1001indonesia.net – Apa gunanya belajar sejarah Indonesia? Pertanyaan ini banyak diutarakan pelajar di sekolah sebab sejarah menjadi salah satu pelajaran paling membosankan. Padahal pelajaran sejarah Indonesia sangat menentukan dalam proses pendidikan secara keseluruhan.
Dari sejarah Indonesia, para siswa belajar untuk lebih mengenal tanah airnya sendiri. Dari mengenal muncullah cinta dan kepedulian untuk memberikan kontribusi pada kemajuan bangsanya. Dengan ketiga hal tersebut, sebenarnya belajar sejarah Indonesia tidak hanya penting untuk pelajar sekolah saja, tapi juga untuk semua warga negara.
Untuk lebih mengenal bangsa sendiri
Tentu saja, tujuan utama belajar sejarah Indonesia adalah untuk lebih mengenal bangsa sendiri. Minimnya pengetahuan terhadap kekayaan sejarah dan budaya bangsa menjadi salah satu persoalan generasi saat ini. Tanpa memiliki pemahaman yang mendalam mengenai apa itu Indonesia, orang sekarang tidak akan tahu apa makna dirinya sebagai “orang Indonesia.”
Orang bilang, menghancurkan suatu bangsa tidak perlu dengan jalan pertempuran fisik. Cukup dengan menghilangkan ingatan mereka akan sejarahnya, maka datangnya kehancuran tinggal menunggu waktu.
Sebab, ada saat ini karena ada masa lalu. Dan, tidak ada masa depan [seperti yang kita harapkan], jika tidak kita perjuangkan di masa kini.
Sartono Kartodirdjo pernah mengungkapkan, bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibaratkan seorang individu yang kehilangan memorinya. Dialah orang pikun atau sakit jiwa sebab sudah kehilangan identitas atau kepribadiannya.
Karena itu, hal paling esensial dari mempelajari sejarah adalah mengenal jati diri kita sebagai manusia, dari mana kita berasal, di mana posisi kita sekarang, dan ke depan mau berjalan ke arah mana.
Karena Indonesia menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas kita—sebab kita sudah terlanjur lahir, besar, mencari makan, dan mungkin mati di negeri ini—maka mengerti tentang Indonesia juga merupakan bagian dari mengerti siapa diri kita.
Mempelajari sejarah Indonesia memberikan kita pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai bangsa ini. Sejarah menjadi saksi mengenai pembentukan keindonesiaan. Mulai dari asal usul dan kehidupan awal manusia di kepulauan Nusantara, kegemilangan pada masa kerajaan Hindu–Buddha dan Islam, hingga perjuangan bersama dalam merebut kemerdekaan, mempertahankan kedaulatan, serta menjaga keutuhannya sampai saat ini.
Belajar sejarah juga membuat kita mengerti mengenai karakteristik dasar Indonesia. Salah satu ciri dari Indonesia adalah kekayaan budaya dan sejarahnya.
Banyak yang tidak menyadari bahwa Indonesia yang kita hidupi saat ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan berdiri di atas lapisan-lapisan peradaban. Bahwa negara kita begitu sangat beragam: terdiri atas 656 suku, ratusan agama (meski yang diakui secara resmi oleh negara hanya 6, sementara lainnya dikategorikan sebagai aliran kepercayaan), dan lebih dari 500 bahasa.
Dalam hal ini, belajar masa lalu membantu kita untuk membangun identitas saat ini, terutama ketika pandangan kita mengenai Indonesia yang merangkum segala keragaman yang ada di dalamnya mendapat tantangan keras.
Menumbuhkan rasa cinta tanah air
Kita hanya mencintai bangsa ini ketika kita mengenalnya dengan baik. Tanpa memiliki pemahaman yang mendalam akan sejarah bangsanya, generasi muda tidak menghargai kekayaan bangsanya dan cenderung gandrung pada hal-hal yang berbau asing.
Kita mungkin akan bertanya, bukankah sejak sekolah dasar kita sudah belajar sejarah? Tidak cukupkah itu membuat kita mengenal bangsa ini sehingga kita kemudian mencintainya?
Salah satu persoalan besar dari pelajaran sejarah di sekolah adalah bahwa pelajaran tersebut diarahkan untuk menggambarkan betapa besarnya Indonesia. Pelajaran sejarah kemudian hanya berisi dengan narasi-narasi yang mendukung tema besar “betapa besarnya bangsa Indonesia” itu. Fakta-fakta sejarah yang tidak mendukung narasi “betapa besarnya bangsa Indonesia” dianggap tabu untuk dipelajari.
Misalnya, kisah mengenai kolonialisme. Selama ini kita secara sederhana memahami kolonialisme semata sebagai penjajahan kulit putih terhadap bangsa pribumi. Semua kesalahan ada pada bangsa pendatang yang menjajah negeri ini. Itu yang kita pelajari di sekolah.
Namun yang terjadi tidak sesederhana itu. Bangsa Belanda hanya bisa menjajah bangsa ini ketika mereka bekerja sama dengan penguasa feodal Nusantara. Tanpa bekerja sama dengan penguasa di Nusantara, Belanda tidak akan sanggup menjajah negeri ini begitu lama. Dan sampai saat ini, feodalisme masih menjadi salah satu hambatan kemajuan negeri ini.
Kita juga menganggap bahwa keberhasilan penjajah Belanda menguasai Indonesia karena politik adu domba. Seakan-akan hanya bangsa Belanda lah yang memecah-belah kita. Lho, memangnya sebelum datangnya penjajah, masyarakat Nusantara sudah bersatu? Tidak.
Memang benar penjajah Belanda menggunakan strategi memecah belah untuk menjajah Nusantara. Namun, peperangan perebutan kekuasaan intra dan antarkerajaan merupakan hal yang umum terjadi di Nusantara.
Baca saja kisah perang saudara di Mataram kuno, kisah dendam turun-temurun Ken Arok, ataupun pemberontakan yang tak henti-hentinya di Kerajaan Majapahit sejak berdiri hingga pemerintahan Jayanegara. Majapahit bahkan kemudian menjadi lemah dan hancur karena perang saudara.
Artinya, sejak dari dulu hingga sekarang, berkelahi di antara kita sendiri sudah menjadi persoalan bangsa ini. Fakta ini menunjukkan, meski bukan hal yang tidak mungkin, tidak mudah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan. Fakta ini juga mengungkapkan, betapa merusaknya perpecahan bagi kehidupan bersama. Dan sebab itu, betapa pun sulitnya, mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan bersama harus terus diupayakan.
Nah, karena semata dimanfaatkan sebagai sarana glorifikasi kebesaran Indonesia maka pelajaran sejarah menjadi begitu membosankan. Pelajaran sejarah menjadi sekadar berisi fakta-fakta (tentang orang, peristiwa, tempat, dan waktu) yang harus diterima (dihafalkan) begitu saja oleh siswa.
Di sisi lain, glorifikasi tersebut berbanding terbalik dengan keadaan Indonesia sekarang yang prestasinya masih tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Ini membuat pelajaran sejarah yang “memaksakan” narasi kebesaran Indonesia justru membuat generasi muda tidak lagi percaya akan kebesaran Indonesia.
Rasa cinta terhadap tanah air sama dengan rasa cinta terhadap hal-hal lain. Kita hanya bisa dikatakan mencintai sesuatu ketika kita menerimanya apa adanya. Kita hanya bisa mencintai Indonesia ketika kita memahaminya secara objektif, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dengan segala prestasi dan keborokannya.
Lagipula pengalaman adalah guru terbaik. Sejarah menawarkan bekal pengalaman yang tak ada habisnya. Ini jauh lebih baik dibandingkan kita mengulangi semua kebodohan dan tindakan tak bertanggung jawab yang dilakukan generasi lampau. Namun, sejarah tidak akan menjadi pelajaran bagi kita jika kita hanya mempelajari yang baik-baik saja dan menutup mata dengan segala keburukannya.
Dengan mengerti sejarah Indonesia apa adanya, kita juga lebih bisa memahami keadaan kita sekarang. Sebab, sejarah memungkinkan, lebih dari disiplin ilmu lainnya, untuk memberikan pengetahuan kepada kita tentang berbagai peristiwa, masalah, dan tren terkini (Rowse, 2014). Dan dengan demikian, sejarah berguna untuk membuat kita mengerti dunia yang kita tinggali sekarang.
Belajar sejarah membuat pemahaman kita akan Indonesia menjadi lebih bermakna. Kemudian kita akan lebih memahami apa artinya menjadi orang Indonesia.
Berkontribusi pada kehidupan bersama
Ketika sudah mengenal dan mencintai tanah air maka siapa pun akan terpanggil untuk berkontribusi pada kehidupan bersama. Sejarah mencatat, situasi dan kondisi suatu masyarakat sangat memengaruhi kehidupan individu yang hidup di dalamnya. Sebaliknya, tindakan seseorang atau beberapa orang, siapa pun mereka, dapat juga berdampak besar bagi masyarakat luas.
Anda tentu mengenal R.A Kartini. Seorang diri, ia menumpahkan segala keprihatinannya terhadap bangsanya melalui tulisan. Kartini sendiri tidak menyangka, tulisan yang sejatinya merupakan surat pribadi kepada temannya di Belanda itu kemudian akan dibaca umum dan menginspirasi banyak orang.
Para 1928, pemuda-pemudi yang masih menjadi pelajar dan berumur belasan tahun mampu mengikrarkan diri untuk bersatu menembus batas etnis dan bahasa demi terwujudnya mimpi Indonesia merdeka.
Bagaimana dengan kita saat ini?