Buddha, Unsur-unsur Pembentuk Keragaman Peradaban Nusantara

2549
Candi Borobudur merupakan candi utama dari gugus Borobudur. Peninggalan Buddha tersebut diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia.
Candi Borobudur merupakan candi utama dari gugus Borobudur. Peninggalan Buddha tersebut diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia.

1001indonesia.net – Ajaran Buddha masuk ke Indonesia sejak abad I, terutama melalui
hubungan perniagaan lewat jalur laut yang juga diikuti hubungan politik. Selain itu, para sarjana dari Tiongkok maupun India (golongan Brahmana) berdatangan untuk memperkenalkan dan melakukan kajian tentang Buddhisme.

Sekitar tahun 420 M, seorang pangeran dari Kashmir bernama Gunawarman mengajarkan Buddhisme. Ajaran tersebut selanjutnya menjadi agama kalangan elite di Nusantara. Arus balik para pelajar dari Nusantara yang mengkaji Buddhisme di India berkontribusi pada pesatnya perkembangan agama ini.

Sejak paruh kedua abad VII, beberapa laporan dari Tiongkok mengabarkan perkembangan Buddha di Nusantara. Selama 664–667, Hoewining, seorang pendeta Buddha asal Tiongkok, tinggal di Kalingga, Jawa Tengah. Bersama seorang pendeta setempat bernama Jnanabhadra, ia menerjemahkan naskah-naskah Buddhisme Hinayana.

Kerajaan Kalingga sendiri didirikan sekitar abad VI. Nama Kalingga sendiri dipercaya berasal dari Kerajaan Kaling dalam sejarah India Kuno.

Laporan lain menyebut Kerajaan Sriwijaya (didirikan pada abad VII) di Sumatra Selatan sebagai salah satu pusat kajian Buddha Mahayana, antara lain lewat penerjemahan naskah-naskah keagamaan yang melibatkan I-Tsing seorang pendeta dari China. Vlekke (2016: 37) menulis bahwa kesetiaan pada Buddhisme Mahayana memungkinkan Sriwijaya memiliki hubungan kuat dengan dunia luar, antara lain dengan China dan India.

Selain itu, cerita dari para saudagar maupun referensi para ahli geografi dari Arab dan Persia menunjukkan luasnya hubungan perniagaan Sriwijaya pada abad X.

Salah satu bukti tertua tentang Kerajaan Sriwijaya (dalam Bahasa Sanskerta berarti “kemenangan yang gemilang”) adalah prasasti Kedukan Bukit di Palembang bertarikh
682. Peninggalan tertulis Kerajaan Sriwijaya menggunakan huruf Pallawa dalam bahasa Melayu Tua, berbeda dibandingkan peninggalan serupa di Jawa yang menggunakan Bahasa
Sanskerta.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh budaya India meluas hingga kalangan non-elite di Sumatra. Wilayah kekuasaan Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatra, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Melayu. Sriwijaya dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara.

Salah satu penguasa di wilayah Nusantara yang memiliki hubungan baik dengan Sriwijaya adalah Wangsa Syailendra dari Kerajaan Mataram Buddha di Jawa Tengah. Pada abad
VIII, penguasa Jawa ini telah memiliki hubungan dengan pusat pengetahuan Benggala, yang terkenal dengan kajian Buddhisme Mahayana, juga dengan raja-raja Kamboja.

Salah satu peninggalan terpenting Syailendra adalah Candi Borobudur, yang selesai dibangun sekitar 820. Borobudur merupakan candi Buddha terbesar dunia, dengan luas dasar 123 m x 123 m dan tinggi lebih dari 35 m.

Tidak kurang dari 400 patung dan 1.400 pahatan relief menghiasi dinding-dinding teras Candi Borobudur. Setiap set relief menggambarkan cerita terkait tradisi Buddha, yang sumber-sumber literer untuk ini datang dari India.

Baca Juga: Gugus Candi Borobudur, Kekayaan Simbolisme, Arsitektur, dan Seni Nusantara

Banyak penguasa di Nusantara menganut Buddha tanpa menjadikannya agama resmi dan tanpa menyingkirkan keyakinan lain. Adalah suatu kebiasaan umum, dalam tradisi Nusantara, untuk menerima kultus baru tanpa menolak yang lama (Vlekke 2016: 25).

*) Tulisan ini merupakan bagian dari buku Indonesia, Zamrud ToleransiDimuatnya kembali tulisan ini dalam situs 1001 Indonesia sebagai upaya untuk menyebarkan ide-ide yang terdapat dalam buku tersebut pada khalayak yang lebih luas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

ten − 5 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.