Lebah Raksasa Wallace, Penemuan Kembali Lebah Terbesar di Dunia

1661
Lebah Raksasa Wallace
Clay Bolt, fotografer spesifikasi lebah, menunjukkan lebah raksasa temuannya. (Foto: Clay Bolt/dw.com)

1001indonesia.net – Ditemukannya kembali lebah raksasa Wallace (Megachile pluto) di pedalaman Maluku Utara setelah 40 tahun tersembunyi, menjadi langkah penting dalam upaya pelestarian keragaman hayati di Indonesia.

Lebah raksasa Wallace (Wallace’s Giant Bee) merupakan lebah terbesar di dunia. Ukurannya empat kali lebih besar dibanding lebah madu Eropa. Panjang tubuh lebah betina bahkan bisa berukuran sampai 4 cm dengan panjang lidah sampai 3 cm.

Serangga endemik Maluku dengan bentangan sayap mencapai 6 cm ini pertama kali ditemukan seorang botanis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, di Pulau Bacan, Maluku Utara, pada 1859. Masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Raja Ofu.

Lebah Raksasa Wallace
Perbandingan lebah raksasa Wallace dengan lebah madu biasa. (Foto: Clay Bolt/claybolt.com)

Pada 1983, menurut laporan Wells, lebah ini diduga telah punah. Namun setahun kemudian, entomolog Adam Catton Messer melaporkan keberadaan lebah ini di tiga pulau Maluku Utara pada Journal of The Kansas Entomological Society.​

Messer mengungkapkan, lebah raksasa itu belum punah, meski keberadaannya sangat jarang sehingga sulit ditemukan. Menurutnya, lebah ini merupakan satwa endemik pada lokasi yang sangat sempit, yaitu Pulau Bacan, Pulau Halmahera, dan Pulau Tidore di Maluku Utara. Serangga ini sangat rentan dari kepunahan.

Sejak publikasi laporan yang dibuat Masser tersebut, tak ada lagi petunjuk mengenai keberadaan spesies lebah ini.  Sosok lebah ini hanya dikenal dari dua spesimen yang disimpan di Inggris dan Amerika. Satu spesimen dikoleksi Wallace, sekitar 150 tahun lalu. Sedangkan satu lagi oleh Messer 40 tahun lalu. Sementara Indonesia yang menjadi asal spesies tersebut tak mempunyainya barang satu pun.

​Lembaga perlindungan satwa liar global, Global Wildlife Conservation (GWC) yang berbasis di Amerika memasukkan Megachile pluto sebagai salah satu dari 25 spesies yang hilang. Lebah ini masuk dalam daftar prioritas pencarian mereka.

GWC inilah yang kemudian mempublikasikan penemuan kembali lebah ini pada hari Kamis (21/02/2019). Namun, Direktur Konservasi Spesies GWC Barmey Long menyebutkan, penemuan tersebut tidak terkait langsung dengan lembaga mereka. Kegiatan itu dilakukan secara independen oleh Clay Bolt dan timnya. GWC hanya membatu menyebarkan informasi temuan ini.

Clay Bolt bersama timnya pergi ke Maluku Utara dengan visa turis untuk mencari lebah raksasa ini dan spesies lain yang dideskripsikan oleh Wallace. Dia kemudian berhasil menemukan dan menangkap satwa tersebut. Setelah ia potret, lebah raksasa itu kemudian ia lepasliarkan kembali.

Seperti yang dilansir Kompas, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mempersoalkan penemuan ini karena dilakukan oleh peneliti asing tanpa izin penelitian dan tanpa melibatkan peneliti Indonesia. Aturan ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006.

Menurut Kemenristek Dikti, Maluku Utara yang menjadi rumah lebah raksasa ini merupakan zona riset yang lebih diprioritaskan untuk peneliti Indonesia, sekalipun tidak menutup peluang kerja sama riset dengan peneliti luar negeri.

Kontroversi penemuan lebah raksasa ini sebenarnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita. Mengutip Kompas kembali, jika kita memang peduli dengan keragaman hayati di Indonesia, dan Maluku Utara menjadi prioritas bagi peneliti Indonesia, mengapa sampai saat ini belum ada peneliti Indonesia yang melakukan penelitian tentangnya.

​Penemuan yang dilakukan oleh peneliti asing ini menjadi tantangan bagi para peneliti Indonesia untuk lebih serius dan menjadi yang terdepan dalam meneliti dan mendokumentasikan kekayaan hayati yang kita miliki.

Ini menjadi langkah penting bagi kita dalam upaya melindungi dan melestarikan keragaman hayati yang kita miliki. Tentu upaya tersebut harus dibarengi dengan keseriusan dalam menjaga habitat asli mereka.

Infografis Lebah Raksasa Wallace

Baca juga: Burung Bidadari, Satwa Endemik Halmahera yang Terancam Punah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

19 − twelve =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.