Kencur, Empon-Empon yang Banyak Manfaat

6397
Kencur
Kencur (Foto: scarrymo.wordpress.com)

1001indonesia.net – Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan salah satu rempah penting di Indonesia. Rempah dengan bau yang sangat khas ini digunakan sebagai bumbu dalam masakan Nusantara. Tanaman ini juga berkhasiat obat dan digunakan sebagai bahan baku jamu. Yang paling terkenal adalah jamu beras kencur.

Gambaran Umum

Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di Indonesia baik di dataran rendah maupun daerah pegunungan. Masuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), tanaman ini merupakan tanaman semak tahunan. Tumbuhnya tidak meninggi (± 20 cm), melainkan melebar menutupi permukaan tanah. Batangnya semu, pendek, dan membentuk rimpang yang bergerombol dan bercabang-cabang. Rimpang berwarna cokelat mengilap, jika dibelah akan tampak dagingnya yang berwarna putih cerah.

Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah hingga daerah pegunungan, baik di lahan terbuka maupun yang sedikit ternaungi. Kencur tumbuh dengan baik di tanah gembur yang subur dan sedikit berpasir. Meski demikian, empon-empon ini cukup toleran terhadap tanah yang kurang subur. Bahkan tanaman ini tahan terhadap musim kemarau. Pada saat itu, tanaman kencur akan menggugurkan daunnya, tapi rimpang di dalam tanah tetap hidup. Seolah mati suri. Pada saat hujan datang, tunas-tunas akan muncul kembali.

Daun kencur berbentuk bulat lebar dengan ujung mengecil, tumbuh mendatar dan menutupi permukaan tanah. Jumlah daun antara tiga sampai empat helai. Bagian atas daun berwarna hijau, sementara bagian bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berkisar 10–20 cm dengan lebar 8–10 cm, dengan sirip daun yang tipis dari pangkal tanpa tulang-tulang induk daun yang nyata.

Bunga kencur berwarna putih-ungu berbau harum terdiri atas empat helai daun mahkota, tumbuh di sela-sela daun. Tangkai bunga berdaun kecil, tidak bercabang, dapat tumbuh lebih dari satu tangkai dengan panjang 5–7 cm, berbentuk bulat dan beruas-ruas. Putik menonjol ke atas berukuran 1–1,5 cm, tangkai sari berbentuk corong pendek.

Tanaman Kencur (Foto: tanobat.com)
Tanaman Kencur (Foto: tanobat.com)

Rimpang yang terdapat di dalam tanah tumbuh bergerombol dan bercabang-cabang dengan induk rimpang berada di tengah. Kulit ari berwarna cokelat dan bagian dalam putih berair dengan aroma yang kuat. Rimpang yang masih muda memiliki kandungan air yang lebih banyak. Pada rimpang yang lebih tua, terdapat akar pada ruas-ruasnya.

Rimpang kencur memiliki bau yang sangat khas, tidak berserat, dan paling lunak di antara jenis empon-empon lainnya sehingga mudah dibedakan. Meski ukurannya kecil, di dalamnya terkandung setidaknya 23 zat yang bermanfaat bagi kesehatan. Di antaranya adalah minyak asiri (sineal, metil sinamat, kamferin, borneol), pati, gom, dan asam sinamat.

Manfaat Kencur

Bagian tanaman kencur yang dimanfaatkan adalah rimpangnya. Meski berukuran mungil, rimpang kencur banyak memiliki manfaat. Sudah lama masyarakat Indonesia menggunakannya sebagai bahan obat nabati (simplisia) tradisional. Empon-empon ini berkhasiat mengobati berbagai penyakit ringan, di antaranya pegel linu, bobok bengkak, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, dan masuk angin. Tanaman ini juga digunakan sebagai bumbu masak. Aromanya memberi citarasa yang khas pada masakan Nusantara. Tak hanya rimpangnya, daun kencur pun dapat dimakan sebagai lalapan.

Beras kencur (ramuan dari tepung beras dan kencur) merupakan jamu tradisional yang sangat populer di kalangan masyarakat Jawa. Selain diminum, campuran ini juga digunakan sebagai obat gosok untuk mengobati bengkak dan encok/rematik.

Kencur juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Minyak asiri yang terkandung di dalamnya digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan sebagai anti jamur ataupun anti bakteri. Pada industri rokok, kencur digunakan sebagai campuran tembakau. Temu-temuan ini juga digunakan sebagai bahan baku minuman penyegar.

Sumber:

  • Fauziah Muhlisah, Temu-temuan dan Empon-empon: Budi Daya dan Manfaatnya, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
  • Rahmat Rukmana, Kencur, Yogyakarta: Kanisius, 1994.

1 Komentar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

fourteen − one =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.