Bokoi, Beruk Endemik Kepulauan Mentawai

922
Bokoi atau Beruk Mentawai
Foto: commons.wikimedia.org/Sakurai Midori

1001indonesia.net – Beruk mentawai (Macaca pagensis) merupakan satwa endemik Kepulauan Mentawai di sebelah barat Pulau Sumatra. Beruk ini dapat ditemui di Pulau Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Pulau Sipora. Masyarakat setempat menamainya bokoi atau bokkoi.

Penampilan bokoi seperti beruk pada umumnya, dengan kekhasan pada rambut bagian pipi dan mahkota. Dibanding jenis beruk lainnya, warna pipi beruk mentawai lebih gelap. Mahkotanya berwarna cokelat, dan rambut pada dahi kepala lebih panjang.

Primata yang juga dikenal dengan nama beruk pagai (pagai island macaque) ini memiliki kantong pipi yang terlihat jelas. Punggung dan tangannya sering digunakan untuk membawa barang dan makanan.

Bulunya berwarna cokelat gelap pada bagian belakang sedangkan pada bagian leher, bahu dan bagian bawah berwarna cokelat pucat. Kakinya juga berwarna cokelat.

Bokoi jantan memiliki panjang tubuh antara 45 hingga 55cm dengan berat 6 sampai 9 kg. Sedangkan yang betina memiliki panjang antara 40 hingga 45 cm dengan berat antara 4,5 hingga 6 kg. Ekornya cukup panjang, antara 10 sampai 16 cm.

Beruk endemik Kepulauan Mentawai ini merupakan satwa diurnal atau aktif pada siang hari. Bokoi hidup dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari lima hingga dua puluh lima ekor.

Satu kelompok beruk mentawai biasanya dipimpin oleh seekor hewan jantan. Kadang-kadang terjadi perkelahian antarpemimpin kelompok untuk memperebutkan bokoi betina.

Makanan utamanya adalah adalah dedaunan, bunga, biji-bijian, serta buah-buahan. Satwa ini lebih banyak hidup di atas pohon dengan ketinggian antara 24 hingga 36 meter. Mereka mencari makan secara berkelompok, dipimpin oleh seekor beruk jantan.

Bokoi berkembangbiak dengan cara beranak. Masa kehamilan antara lima sampai enam bulan. Sebagian besar hewan betina melahirkan hanya satu bayi.

Saat ini keberadaan beruk mentawai masuk dalam kategori terancam punah. IUCN mengategorikan status konservasinya sebagai kritis (Criticaly Endangerd). Perburuan lahan dan hilangnya hutan yang menjadi habitatnya menjadi ancaman utama bagi keberadaan satwa ini.

Baca juga: Kekah Natuna, Monyet Daun Endemik Pulau Natuna

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

five − 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.