Babirusa, Satwa Endemik Sulawesi dan Maluku yang Semakin Langka

1618
Babirusa
Foto; Wikipedia

1001indonesia.net – Babirusa (Babyrousa babyrussa) merupakan hewan sejenis babi liar yang hanya terdapat di sekitar Sulawesi, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru, dan pulau-pulau Maluku lainnya. Populasi satwa ini semakin langka dan tergolong dalam kategori terancam punah.

Satwa khas Sulawesi ini memiliki keunikan. Rambutnya lebih tipis dan jarang dibanding jenis babi lainnya. Satwa ini juga memiliki sepasang gading yang sebenarnya berupa gigi taring yang tumbuh besar. Gigi taring atas ini tumbuh ke atas moncong, lalu melengkung ke arah dahi.

Satwa aneh

Babirusa pertama kali dipopulerkan pertama kali oleh Gulielmi Pisonis dalam bukunya, Indie Utriusque re Natural et Medica, yang terbit pada 1658 di Amsterdam. Sampul buku berbahasa Latin dan berisi ramuan obat-obatan itu bergambar dua lelaki bersama dengan beberapa hewan aneh.

Salah satunya adalah hewan seukuran anjing dengan empat taring yang mengerikan. Sepasang taring tajam muncul dari moncong dan sepasang lainnya keluar dari hidung lalu melengkung hingga mendekati mata. Ekornya kecil dan melingkar, cuping telinganya kecil dan tegak ke atas, serta memiliki tapak kaki seperti rusa.

Konon, Pisonis menggambar sosok binatang aneh itu berdasarkan tengkorak babirusa sulawesi. Namun, bentuk tubuh dan kepala binatang ini aneh, menyebabkan banyak orang mengira binatang ini hanya ada di dunia dongeng.

Dua ratus tahun kemudian, tepatnya pada 1858, Alfred Russel Wallace, untuk pertama kalinya bersua dengan babirusa di hutan Sulawesi. Naturalis dari Inggris itu mengunjungi Sulawesi dalam perjalanannya menjelajah Nusantara.

Kala itu, Wallace dibingungkan dengan keberadaan babirusa. Menurut dia, satwa ini tidak ada padanannya dengan hewan lain di dunia. Hewan endemis Sulawesi ini memiliki ukuran tubuh panjang 85-105 cm, tinggi 65-80 cm, dan berat tubuh 90-100 kg. Binatang langka ini juga mempunyai ekor yang panjangnya sekitar 20 cm.

Babirusa
Tengkorak babi rusa yang menunjukkan taring atas yang panjang dan melengkung. (Foto: Wikipedia)

Babirusa termasuk binatang yang bersifat menyendiri, namun sering terlihat dalam kelompok-kelompok kecil dengan satu babirusa jantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.

Satwa langka endemis Indonesia ini suka berkubang dalam lumpur sehingga menyukai tempat-tempat yang dekat dengan sungai. Babirusa termasuk binatang yang pemalu dan selalu berusaha menghindar jika bertemu dengan manusia. Namun jika merasa terganggu, hewan endemik Sulawesi ini akan menjadi sangat buas.

Berbeda dengan babi hutan yang biasa mencari makan dengan menyuruk tanah, babirusa memakan buah-buahan dan membelah kayu-kayu mati untuk mencari larva lebah. Babirusa menyukai mangga, buah pangi, jamur, dan dedaunan.

Babirusa betina hanya melahirkan sekali dalam setahun dengan jumlah bayi satu sampai dua ekor sekali melahirkan. Masa kehamilannya 125 hari hingga 150 hari.

Setelah melahirkan, bayi babirusa akan disusui induknya selama satu bulan. Setelah itu, bayi babirusa mencari makanan sendiri di hutan bebas. Hewan endemis ini dapat bertahan hingga berumur 24 tahun.

Terancam Punah

Babirusa tersebar di seluruh Sulawesi bagian utara, tengah, dan tenggara. Wilayah yang diduga masih menjadi habitat babirusa, antara lain, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Sulawesi Utara-Gorontalo), Cagar Alam Panua (Sulawesi Utara), dan Suaka Marga Satwa Nantu (Gorontalo).

Adapun di Cagar Alam Tangkoko (Sulawesi Utara) dan Suaka Margasatwa Manembo-nembo (Sulawesi Utara) babirusa dianggap telah punah. Populasi hingga sekarang tidak diketahui dengan pasti.

Namun, berdasarkan persebarannya yang terbatas oleh IUCN Red List, satwa endemis ini didaftarkan dalam kategori konservasi vulnerable (rentan) sejak 1986. Dan, oleh CITES binatang ini didaftar dalam Apendiks I yang berarti tidak boleh diburu dan diperdagangkan.

Berkurangnya populasi babirusa diakibatkan oleh perburuan untuk mengambil dagingnya yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Selain itu, rusaknya habitat utama hewan endemis ini dan jarangnya frekuensi kelahiran juga membuat satwa endemis ini semakin langka.

Baca juga: Anoa, Satwa Asli Sulawesi yang Langka dan Terancam Punah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

two + 5 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.