Keris, Fungsinya Lebih dari Sekadar Senjata

5016
Keris
Keris merupakan simbol tata kehidupan pribadi dan kehidupan sosial masyarakat Nusantara dan telah diakui sebagai intangible cultural heritage oleh UNESCO. (Sumber: wikipedia)

1001indonesia – Secara mendasar perlu dijelaskan mengapa keris, yang merupakan senjata, dianggap sebagai warisan dunia bukan benda (Intangible Cultural Heritage) oleh UNESCO. Pengerjaan keris pada dasarnya membutuhkan keterampilan yang amat tinggi dalam memadu logam. Jika dibandingkan dengan keahlian padu logam lain di dunia, maka kehalusan hasil akhir keris mendapat apresiasi yang tinggi di antara para seniman logam.

Pada saat yang sama, perlambang dalam lekuk-lurus senjata tradisional itu, termasuk penangkapnya (warangka) memberikan informasi mengenai pengetahuan dan pembatinan yang amat kaya atas simbol-simbol Nusantara, seperti warna emas, sulur, bunga, penunjuk arah, dan sebagainya.

Keris adalah salah satu jenis senjata tradisional khas Nusantara yang sudah ada sejak abad ke-5 Masehi. Mengalami masa keemasannya di zaman kerajaan Majapahit. Bilahnya ada yang lurus dan ada pula yang luk, yakni berkelok-kelok. Kelokannya mulai dari 1 sampai 13. Namun ada yang lebih dari 13, dan hal ini bisa dikatakan tidak normal.

Baca juga: Majapahit, Warisan dari Kejayaan Nusantara di Masa Silam

Yang unik dari senjata tradisional ini adalah kehadirannya yang merupakan simbol tata kehidupan pribadi dan kehidupan sosial masyarakat Nusantara. Suatu kehadiran yang melebihi fungsinya sebagai senjata.

Dalam hubungan antara keris dengan calon pemiliknya, terdapat istilah jodoh, artinya ia harus cocok dengan pemiliknya. Hal ini semacam tuah dari keris itu sendiri. Keris yang tuahnya untuk menambah ambisi dan keberanian, tidak akan berjodoh dengan orang yang wataknya pemarah. Bila seseorang berwatak penakut, rendah diri dan tidak punya ambisi, tidaklah dapat berjodoh dengan orang yang sering kali pasrah, nrima, dan tenteram.

Secara sosial, keris juga menjadi simbol yang melampaui bentuk fisiknya. Di akhir masa penjajahan Belanda, misalnya, pada desa-desa tertentu di Nusantara, terdapat upacara rakyat yang bernama bersih desa, yakni upacara selamatan agar warga desa terhindar dari petaka, baik itu berupa gangguan penyakit, hama di sawah dan ladang, maupun petaka lainnya.

Di dalam upacara itu kerap kali disertakan sebuah keris berukuran kecil. Dari konteks demikian, keris hadir sebagai pengikat kekompakan dan kebersamaan di tingkat masyarakat.

Baca juga: Mandau, Senjata Tradisional Suku Dayak

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sixteen + nineteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.