Tradisi Patehan di Keraton Yogyakarta

1543
Tradisi Patehan
Foto: Kumparan.com

1001indonesia.net – Jika Jepang punya upacara minum teh, Indonesia punya upacara membuat teh yang disebut tradisi patehan. Tradisi yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta ini dimaksudkan untuk menyajikan teh untuk minuman sultan dan keluarganya.

Tradisi patehan masih bertahan hingga kini. Di Keraton Yogyakarta, Patehan berada di bawah naungan Kawedanan Purayakara, lembaga resmi yang bertugas menangani dan mengelola urusan kerumahtanggaan keraton.

Upacara penyajian teh dilakukan pada pukul 06.00 dan 11.00 setiap hari. Seperti dilansir laman Keraton Jogja, pada masa silam, karena termasuk bagian dari dapur istana, tidak ada jadwal seperti ini bagi para abdi dalem untuk menyajikan teh. Abdi dalem patehan harus siap sepanjang hari jika sewaktu-waktu sultan dan keluarga menghendaki.

Saat ini, semenjak sultan dan keluarga tinggal di Keraton Kilen, peran ini sudah tidak dilakukan lagi. Meski demikian, peniadaan peran tersebut tidak lalu mengubah waktu tugas para abdi dalem patehan. Mereka tetap siaga sepanjang hari. Sesuai ketentuan, abdi dalem patehan bertugas selama 24 jam tiap giliran jaga, mulai pukul 7.00 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya.

Mulai pukul 04.00 pagi, abdi dalem patehan mulai sibuk bekerja di Gedhong Patehan, tempat untuk menyiapkan minuman, khususnya teh, untuk Sultan beserta keluarga. Di tempat ini pula minuman yang diperlukan dalam acara-acara Keraton dibuat.

Para abdi mengawali proses pembuatan teh dengan mengambil air dari salah satu sumur di sisi Gedhong Patehan. Air sumur Nyai Jalatunda di sisi sebelah barat Gedhong Patehan digunakan untuk minum, sementara itu air sumur Kyai Jalatunda di sisi sebelah timur digunakan untuk keperluan mencuci alat-alat.

Air yang telah diambil kemudian dijerang hingga mendidih. Ceret yang digunakan untuk menjerang air berbahan tembaga. Ada kepercayaan dari masyarakat setempat bahwa tembaga dapat berfungsi menetralkan air sekaligus dapat menolak bala. Air yang telah mendidih kemudian digunakan untuk menyeduh teh.

Setelah matang, air tersebut dipakai sebagai penyeduh teh untuk dibuat dekokanDekokan teh adalah seduhan teh yang sangat kental, nantinya diencerkan dengan air putih saat dihidangkan. 

Dekokan didiamkan selama setengah jam tanpa diaduk. Setelah siap, dekokan dibagi menjadi dua. Setengah dipindahkan ke sebuah teko khusus untuk raja. Setengahnya lagi untuk dicicipi abdi dalem Keparak yang bertugas sebagai pencicip. Selama proses meracik minuman untuk sultan, abdi dalem yang bertugas diharuskan mengenakan samir.

Teh yang telah disiapkan akan dibawa oleh lima perempuan abdi dalem Keparak yang bertugas menyajikan teh. Tiga di antaranya membawa perlengkapan minum berisi teh, kopi, dan air panas. Satu abdi dalem membawa teko khusus yang disebut klemuk, tempat air yang telah didiamkan selama satu malam.

Baca juga: Teh Kejek, Teknik Pembuatan Teh Tradisonal Ala Garut

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 − 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.