Sayyang Pattudu, Syukuran Khatam Al-Qur’an Masyarakat Mandar

1438
Sayyang Pattudu
Keberhasilan anak-anak Mandar mengkhatamkan Al-Qur'an dirayakan dengan tradisi Sayyang Pattudu. Anak-anak yang merayakan khatam Al-Quran menaiki kuda yang dapat menari dan diarak keliling kampung. (Foto: fokusmetrosulbar.com)

1001indonesia.net – Sayyang Pattudu diadakan sebagai acara syukuran khatam Al-Qur’an di sebuah kampung di Polewali Mandar. Sayyang Pattudu secara harfiah berarti kuda yang menari. Kuda dihias dan kemudian ditunggangi mengelilingi kampung oleh anak yang merayakan khatam Al-Qur’an.

Kuda yang digunakan harus kuda yang sudah terlatih. Selain itu, kuda juga harus dapat menari sesuai dengan irama musik. Kuda tersebut dirias dan diberi alat tunggangan berupa kasur kecil, aksesori berupa kalung perak, penutup muka kuda yang melingkar, dan kacamata kuda

Anak bersama kuda yang ditungganginya itu kemudian diarak mengelilingi kampung, diiringi dengan para penari, tabuhan musik rebana, dan pembacaan syair khas Mandar yang disebut Kalindaqdaq. Syair yang dibacakan berisi tentang Islam dan Mandar.

Pesertanya terdiri dari pesayyang, disayyang, dan pesarung. Pesayyang adalah pendamping anak selama berada di atas kuda. Disayyang adalah anak yang menunggang kuda. Sementara pesarung adalah pengawal disayyang selama menunggang kuda.

Pesarung harus kuat dan dihormati dalam keluarga disayyang. Jumlah pesarung adalah empat orang yang dibagi dua ke sebelah kiri dan kanan kuda. Pesarung berjalan kaki selama Sayyang Pattudu dilaksanakan.

Acara syukuran ini umumnya diadakan bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad atau pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal. Acara ini bertujuan untuk mendidik, memberikan nasihat, sekaligus memotivasi anak-anak suku Mandar agar semangat dalam menamatkan bacaan Al-Quran.

Seiring waktu, Sayyang Pattudu tidak hanya digunakan untuk acara khatam Al-Qur’an semata, tetapi juga ditampilkan sebagai tari penyambut tamu kehormatan dan menjadi bagian dari festival tahunan Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamuju.

Bagi masyarakat Mandar, Sayyang Pattudu berperan sebagai komunikasi budaya. Acara ini mengajarkan banyak hal pada masyarakat, seperti pentingnya bergotong royong dan saling tolong-menolong serta nilai-nilai kerohanian dan persaudaraan sosial.

Tradisi Sayyang Pattudu muncul seiring masuknya Islam pada masa pemerintahan raja keempat Kerajaan Balanipa, yaitu Daengta Tommunae. Sayyang Pattudu awalnya hanya dilakukan oleh para bangsawan Kerajaan Balanipa. Acara ini kemudian berkembang menjadi tradisi masyarakat Mandar.

Tradisi ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Kabupaten Polewali Mandar pada 2013.

Baca juga: Endog-endogan, Tradisi Mauludan Masyarakat Banyuwangi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × 2 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.