1001indonesia.net – Munir Said Thalib dikenal sebagai sosok pejuang HAM dan pemajuan demokrasi di Indonesia yang sangat gigih. Ia dengan teguh memperjuangkan kebenaran dan keadilan dengan organisasi Kontras yang ia dirikan. Sayang umurnya tidak panjang.
Ia dibunuh pada 7 September 2004 dalam pesawat yang membawanya ke Amsterdam, Belanda untuk melanjutkan studi pascasarjananya. Hasil otopsi di negeri Belanda menunjukkan bahwa Munir dibunuh dengan racun arsenik seberat 460 mg. Dalam jumlah itu, racun ini bisa membunuh 5 orang dalam waktu singkat.
Sosok sederhana ini ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara pasangan Said Thalib dan Jamilah. Ia lahir Batu Malang pada 8 Desember 1965, dalam keluarga muslim keturunan Arab. Kakek moyangnya merupakan imigran dari Hadramaut, Yaman.
Selama menjadi mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, Munir aktif bergabung dan memimpin beberapa organisasi mahasiswa, di antaranya sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum, sekretaris Al Irsyad cabang Malang, koordinator wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia, dan lain sebagainya.
Pada 1989, Munir menjadi tenaga relawan di LBH Surabaya. Dua tahun kemudian ia menjadi Ketua LBH Pos Malang. Pada 1993, ia mendirikan Komisi Aksi Solidaritas Untuk Marsinah (KASUM) dengan mengadvokasi keluarga Marsinah dan buruh PT Citra Putra Surya Sidoarjo yang mengalami kasus pelanggaran HAM.
Ia mulai diperhitungkan sebagai pejuang HAM yang memiliki komitmen tinggi setelah mendirikan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Munir Mendirikan KontraS pada 20 Maret 1998. Ia juga menjadi Koordinator Badan Pekerja LSM. Melalui KontraS, ia melakukan advokasi bagi para aktivis yang menjadi korban penculikan.
Kegiatannya ini membuat ia langganan menerima teror yang berupa ancaman kekerasan dan pembunuhan terhadap diri dan keluarganya. Selain di KontraS, Munir juga ikut mendirikan Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia, Imparsial, dan menjabat sebagai direktur eksekutif.
Meski usianya tidak panjang, Munir menjadi ikon dalam perjuangan membela HAM dan pemajuan demokrasi di Indonesia. Kontribusinya di dua bidang tersebut sangatlah besar.
Kiprahnya diakui baik di dalam maupun di luar negeri. Pada 2000, ia memperoleh penghargaan The Right Livelihood Award dari yayasan The Right Livelihood Award Jacob von Uexkull, Stockholm, Swedia. Majalah Asiaweek, pada Oktober 1999, menobatkannya sebagai salah satu dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru. Dan, ia pernah dinobatkan sebagai Man of the Year versi majalah Ummat (1998).