Mamose, Ritual Unik Menebas Tubuh dengan Parang di Mamuju Tengah

1781
Mamose
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

1001indonesia.net – Masyarakat adat Budong-Budong di kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat punya ritual menebas tubuh menggunakan parang yang disebut Mamose. Ritual serupa debus ini dilakukan tiga kali dalam setahun.

Tradiai Mamose dilakukan untuk unjuk keberanian dan membina kebersamaan di dalam masyarakat adat Budong-budong di kampung Tongkou, Topoyo, dan Tobadak di Kabupaten Mamuju Tengah.

Dalam acara itu, para tokoh adat unjuk kebolehan dan keberanian mereka dengan cara menebas tubuh mereka dengan parang panjang di hadapan raja atau ketua adat. Tradisi Mamose terus dilestarikan tokoh adat dan pemerintah setempat, sebagai identitas serta bertujuan untuk menyatukan kekuatan dan kebersamaan masyarakat.

Sejumlah pamose atau tokoh adat yang melakukan Mamose unjuk keberanian dengan cara menebas bagian-bagian tubuhnya dengan parang panjang. Hal itu ia lakukan sambil terus memompakan kalimat-kalimat yang memupuk semangat persatuan, keberanian, dan kebersamaan masyarakat adat.

Tradisi tahunan ini selalu ramai dihadiri tokoh dan masyarakat adat dari tiga kampung. Tradisi digelar di rumah adat yang dikenal dengan sebutan Lempo Gandeng di Dusun Tangkou, Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah.

Atraksi pamose diiringi dengan musik gendang. Saat pamose menghadap ke raja dan tobara (tetua adat), musik gendang segera dihentikan. Pamose lalu memohon izin pada raja dan juga terhadap tobara atau kepala adat.

Tradisi mamose dilakukan para pemangku adat dan masyarakat tiga kali dalam setahun. Pertama, dilakukan sebelum masuk hutan. Kedua, dilakukan setelah selesai merumput atau setelah membersihkan hutan atau tempat yang nantinya akan ditanami tanaman. Dan ketiga, dilakukan setelah masa panen.

Sehari sebelum melakukan ritual adat Mamose, dilakukan kegiatan Magora, yaitu menelusuri sungai Budong-Budong menggunakan perahu bermotor (Katingting). Para tokoh adat kemudian menghampiri masyarakat yang sudah menunggu di tepian sungai.

Lalu dilakukanlah Magane, yaitu kegiatan dengan menggunakan parang, bendera, obat tradisional yang diletakkan di atas piring dan juga sebatang kayu yang ditancapkan di tanah. Hal ini perlu dilakukan agar kegiatan yang dilakukan berjalan dengan lancar dan masyarakat diberi kesehatan.

Agar masyarakat mengetahui kedatangan rombongan, ditiuplah Tantuang atau terompet tradisional yang terbuat dari kerang besar. Rombongan akan singgah di setiap tepian sungai bila ada yang menunggu.

Masyarakat yang menunggu di pinggir sungai lalu menghampiri rombongan untuk menyerahkan barang-barang, seperti rokok, makanan, dan minuman. Barang-barang tersebut akan diterima langsung oleh Puntai (tokoh adat).

Puntai kemudian akan mengambil air dari sungai dan dari dalam perahu, kemudian dibasuhkan ke masyarakat yang sedang sakit. Sebelum rombongan kembali berangkat, kadang terjadi kehebohan, yaitu siram-menyiram antara rombongan dengan masyarakat yang berada di tepian sungai.

Baca: Debus, Atraksi Kesenian Bela Diri Ekstrem dari Daerah Banten

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

12 + 15 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.