Kompleks Candi Bumiayu, Jejak Tiga Aliran Agama pada Peninggalan Sriwijaya

2040
Kompleks Candi Bumiayu
Candi Bumiayu 8 di Kompleks Candi Bumiayu (Foto: Flickr)

1001indonesia.net – Secara administratif, Kompleks Candi Bumiayu berada di Desa Bumiayu, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Panukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan. Kompleks percandian warisan Sriwijaya ini mulai diketahui keberadaannya setelah dilaporkan pertama kali oleh E P Tombrink dalam Hindoe Monumenten in de Bovenlanden van Palembang pada 1864.

Kompleks Candi Bumiayu berada di meander Sungai Lematang dengan batas-batas sebelah timur berbatasan dengan Sungai Lematang, sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Lubuk Panjang, sebelah barat berbatasan dengan Sungai Tebat Siku, dan sebelah utara berbatasan dengan Sungai Tebat Jambu. Dengan demikian, kompleks percandian ini dikelilingi oleh tiga sungai.

Seperti yang dilansir Kompas (23/06/2019), ada 11 situs berupa gundukan tanah di kompleks percandian seluas 15 hektare itu. Lima bangunan telah selesai dipugar dan diberi cungkup (candi 1, candi 2, candi 3, candi 7, dan candi 8). Percandian itu dikelilingi oleh hamparan rumput hijau yang terawat dihiasi pepohonan rindang.

Di tengah Kompleks Candi Bumiayu, ada tiga gedung koleksi reruntuhan candi. Tempat itu menyimpan fragmen arca dan batu berelief yang tadinya menempel di candi. Gedung koleksi utama yang terletak di antara candi 2 dan 3 menyimpan sejumlah benda yang relatif utuh, foto-foto, dan keterangan mengenai sejarah percandian tersebut.

Kompleks Candi Bumiayu tidak terlalu jauh dari Palembang, ibu kota Sumatera Selatan. Lokasinya berjarak sekitar 100 km ke arah barat Palembang atau 2-3 jam perjalanan darat. Jalannya cukup bagus, hampir semua sudah beraspal dan cor beton.

Keberadaan situs candi itu sudah diketahui warga setempat sejak dahulu. Ketika itu, kompleks percandian itu dianggap sebagai reruntuhan keraton Kerajaan Gedebong atau Kebon Undang. Gedebong atau kebon artinya tempat atau wilayah, sedangkan Undang artinya mengajak atau mengundang. Maksudnya, kerajaan itu adalah tempat untuk semua orang.

Namun, sejak masuknya Islam pada abad ke-13, perlahan kompleks percandian itu ditinggalkan. Namun, meski tidak lagi digunakan sebagai tempat ritual, warga sekitar tetap menjaga situs tersebut melalui larangan. Warga yang melanggar larangan tersebut dipercaya akan terkena musibah.

Uniknya, di kompleks percandian yang dibangun pada abad ke-8 sampai ke-13 itu terdapat corak Hindu Syiwa, Buddha Mahayana, dan Hindu Tantris. Itu artinya, ada jejak tiga aliran agama dalam situs percandian ini.

Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan sejumlah arca-arca di kompleks percandian ini, seperti Siwa Mahadewa, Agatsya, Nandi, Singa yang membawa roda kereta. Khusus arca Singa membawa roda kereta diyakini hanya ada di kompleks percandian tersebut. Juga ada arca logam Buddha dan Awalokisyeswara. Ada pula arca Siwa Bhairawa, Dewi Bhairawi, dan makhluk ghana (penjaga candi) yang tubuhnya dihiasi tengkorak.

Temuan tersebut juga menunjukkan toleransi beragama sudah berlangsung sejak masa Kerajaan Sriwijaya dulu. Walaupun mayoritas menganut Buddha Mahayana, penguasa Sriwijaya tidak membatasi ataupun mematikan aliran lain untuk eksis dan berkembang.

Kerajaan Sriwijaya yang berada di daerah pesisir merupakan kerajaan maritim dan kerajaan dagang. Itu sebabnya, kerajaan ini terbiasa berinteraksi dengan orang luar. Maka tak heran jika toleransi dan sikap terbuka berkembang pada masyarakatnya, termasuk dalam kepercayaan.

Sejak candi 1 selesai dipugar pada awal 1990-an, warga pemeluk Hindu ataupun Buddha mulai berdatangan untuk melakukan ritual agama di percandian itu, terutama saat Nyepi dan Waisak.

Kompleks percandian ini merupakan satu-satunya cagar budaya candi yang dimiliki Provinsi Sumatera Selatan. Kini Candi Bumiayu telah menjelma menjadi tempat tujuan wisata favorit di Sumsel. Terlebih lagi, kompleks percandian itu menyimpan banyak keunikan dibandingkan dengan candi-candi lain.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

3 × two =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.