1001indonesia.net – Jejak peninggalan sejarah bertebaran di seluruh kawasan lereng Gunung Penanggungan. Jumlah yang teridentifikasi dari hasil penelitian selama 2 tahun (2014-2016) sekitar 116 situs. Diduga kuat, jumlah sebenarnya lebih dari itu karena banyak situs yang tertimbun longsor atau tertutup semak belukar sehingga belum teridentifikasi.
Kebanyakan situs-situs di lereng Gunung Penanggungan berasal dari peradaban Hindu-Buddha sekitar abad ke-10 sampai ke-16 Masehi atau dari zaman Kerajaan Mataram Kuno hingga Majapahit. Gunung yang kala itu disebut Pawitra ini digunakan sebagai pusat kawasan spiritual.
Salah satu peninggalan tertua adalah pemandian Jalatunda. Diperkirakan cagar budaya ini berasal dari tahun 977 Masehi. Berdiri di kaki Penanggungan, petirtaan ini dipercaya mengalirkan air keabadian.
Sampai saat ini, banyak orang yang masih menggunakan gunung ini sebagai tempat meditasi atau bertapa. Penanggungan dipercaya sebagai tempat suci sehingga sesuai untuk kegiatan spiritual.
Ada beragam jenis peninggalan sejarah yang ditemukan, letaknya tersebar mulai dari kaki hingga puncak gunung ini. Ada punden berundak, gua pertapaan, hingga candi-candi kecil dengan berbagai arca dan pahatan batu.
Situs-situs di Penanggungan memiliki keunikan. Selain jumlahnya yang banyak dan tersebar di seluruh kawasan, mulai dari puncak, lereng, hingga kaki gunung, arsitektur bangunannya juga berbeda dengan candi yang ada di tempat lain.
Hampir semua bangunan candi di Penanggungan tidak berdiri sendiri, tapi menempel di lereng dan tebing. Beberapa candi bahkan sulit dijangkau karena berada di tebing terjal.
Gunung setinggi 1.653 meter di atas permukaan laut ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan. Ukuran gunung ini kecil dan sering disebut sebagai miniatur dari Gunung Semeru. Di hamparan puncak kedua gunung tersebut sama-sama terdapat pasir dan batuan yang luas.
Baca juga: Ranu Kumbolo, Indahnya Danau di Jalur Pendakian Gunung Semeru
Gunung Penanggungan memiliki kemiringan 30-70 derajat. Pendakian menuju puncak biasanya melewati jalur Trawas di Desa Duyung atau lewat Jalatunda di Desa Seloliman. Jalur Jalatunda agak menanjak, tapi banyak candi dapat ditemui di sepanjang jalur ini, seperti Candi Lurah, Guru, Gentong, dan Carik.