1001indonesia.net – Elang jawa (Nisaetus bartelsi) adalah burung pemburu asli (endemik) Pulau Jawa. Banyak yang menganggap burung ini identik dengan burung garuda yang menjadi lambang negara Republik Indonesia karena bentuknya yang mirip. Bahkan ada yang mengatakan bahwa bentuk lambang negara kita itu memang terinspirasi dari bentuk elang jawa. Saat ini, elang bertubuh gagah ini masuk dalam kategori satwa langka yang dilindungi undang-undang.
Elang jawa dewasa bertubuh sedang, tegap, dan berbulu lebat. Ukuran tubuhnya mencapai 60-70 sentimeter dari ujung paruh hingga ujung ekor. Ciri khas elang ini adalah jambulnya yang menjulang ke atas, berwarna hitam dengan ujung putih. Bulu punggung dan sayapnya berwarna cokelat gelap, bulu sisi kepala cokelat kemerahan, dan ada coretan membujur di tenggorokan. Pada bagian dada ada garis horizontal hitam berlatar putih. Ekor berwarna cokelat bergaris hitam. Elang jawa terbang dengan membulatkan sayapnya, menekuk ke atas dengan garis-garis hitam di bagian pinggir sayapnya.
Penyebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa dari Taman Nasional Ujung Kulon di ujung barat sampai Semenanjung Blambangan Purwo di ujung timur. Elang jawa biasanya berhabitat di hutan primer di daerah pegunungan, perbukitan, dan dataran tinggi dengan ketinggian 2.200 sampai 3.000 meter di atas permukaan laut.
Sama seperti spesies elang pada umumnya, elang jawa merupakan burung pemangsa. Makanannya adalah berbagai jenis burung, reptil, dan mamalia berukuran kecil sampai sedang.
Elang jawa hidup dengan cara berpasangan. Mulai bereproduksi saat masuk usia 3-4 tahun. Satwa ini termasuk hewan monogami atau tidak pernah berganti pasangan. Musim kawin dari elang jawa berkisar antara bulan Mei sampai September, dan sarang aktif dari Januari sampai Juni. Namun, faktanya elang jawa bisa bereproduksi sepanjang tahun.
Saat ini, elang jawa mengalami ancaman kepunahan. Jumlahnya terus menyusut setiap tahunnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya. Pertama, faktor perburuan telur dan indukan, juga adanya pemangsa. Meski biasanya sarangnya yang terbuat dari tumpukan ranting terletak di pohon dengan ketinggian 40-50 meter, masih saja ada yang memburunya untuk diperjualbelikan. Maklum jenis elang ini sangat digemari oleh para kolektor, dan harganya juga sangat mahal.
Kedua, proses penetasan telur elang jawa juga tergolong sangat lama. Telur baru menetas di hari ke 40-50 setelah dierami. Jumlah telur yang diproduksi juga sangat sedikit, yakni hanya satu butir per 2-3 tahun.
Ketiga, berkurangnya habitat asli mereka karena alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Penebangan pohon untuk lahan pertanian membuat elang jawa terdesak ke hutan-hutan di pegunungan. Padahal kehidupan elang jawa ini sangat bergantung pada keberadaan hutan, baik hutan alami maupun daerah hutan terbuka yang dekat dengan hutan primer.
Karena kelestariannya yang semakin terancam maka pada 1992, burung yang masuk dalam daftar satwa yang dilindungi ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Untuk melindunginya, pemerintah membuat PP no 7 tahun 1999. Peraturan Pemerintah tersebut melarang setiap tindakan penangkapan, perburuan, jual-beli, dan kepemilikan atas alasan apa pun atas elang jawa. Apabila ada yang melanggar dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menggalakkan penangkaran dan suaka alam di habitat asli elang jawa. Tentu, tanpa kesadaran dan partisipasi dari masyarakat, segala upaya ini tidak akan berhasil. Masyarakat juga harus peduli dan ikut mengawasi agar perburuan liar dan perusakan habitat elang jawa tidak terjadi lagi.