1001indonesia.net – Sejak 2017, Desa Bawomataluo ditetapkan menjadi cagar budaya dengan nama Kawasan Cagar Budaya Permukiman, Permandian, dan Pemakaman Tradisional Megalitik Bawomataluo. Desa itu terdiri dari permukiman, permandian, dan pemakaman tradisional dari zaman megalitik.
Bawomataluo adalah salah satu desa di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumatra Utara. Desa ini terdiri dari 9 dusun dan berada pada ketinggian di atas 270 m dpl. Letaknya yang berada di ketinggian membuat desa itu mendapat julukan “Matahari Terbit”.
Sebelumnya desa ini masuk Kecamatan Telukdalam. Namun, setelah Kecamatan Telukdalam mengalami pemekaran wilayah, beberapa desanya masuk ke dalam hasil pemekaran Kecamatan Teluk Dalam, yakni Kecamatan Fanayama.
Letak desa itu 4 kilometer dari Jalan Lingkar Nias yang berada di tepi laut. Di tempat itu terdapat 116 bangunan tradisional Nias berusia ratusan tahun yang masih berdiri dan ditempati hingga sekarang. Bangunan itu berhadap-hadapan dan membentuk halaman di tengahnya. Bangunan utama adalah rumah keluarga raja yang disebut Omo Sebua.
Jalan masuk utama ke perkampungan tradisional itu merupakan tangga batu yang disebut Bawagoli dengan dihiasi arca-arca lasara berbentuk naga terbuat dari batu dan meja batu daro-daro.
Cikal bakal Desa Bawomataluo tidak lepas dari sejarah Desa Orahili Fau. Desa itu beberapa kali memukul mundur pasukan Kolonial Belanda yang hendak menguasai wilayahnya sejak abad ke-17. Namun, desa itu akhirnya berhasil dikalahkan dan dibumihanguskan pasukan Belanda. Warga desa itu pun akhirnya berpindah-pindah sampai akhirnya mendirikan perkampungan Bawomataluo pada 1873.
Selain keberadaan rumah tradisional, Desa Bawomataluo juga terkenal dengan tradisi lompat batu (fahombo). Dulu, latihan melompati dinding batu merupakan latihan bagi para pemuda untuk menyiapkan diri mereka menghadapi perang. Olahraga tradisional ini juga berfungsi sebagai ritual untuk memperoleh status kedewasaan.
Baca juga: Pulau Nias, Rumah Tradisional dan Tradisi Lompat Batu