1001indonesia.net – Provinsi Bangka Belitung memiliki permainan tradisional yang unik berupa adu cepat mendorong gerobak. Permainan ini biasa digelar di area penjemuran lada. Namanya adu kerito surong.
Adu tangkas dan adu cepat mendorong kerito surong (gerobak dorong) dimainkan oleh dua tim beranggotakan masing-masing empat orang. Satu anggota tim bertugas sebagai pendorong kerito. Satu lagi duduk di atas dan bertugas sebagai pemungut tongkat estafet. Sementara dua anggota lainnya menunggu di garis awal bersiap menerima tongkat estafet dan kemudian menggantikan dua rekannya.
Cara mainnya memang mirip lomba lari estafet. Bedanya, pemenangnya ditentukan oleh seberapa banyak tongkat estafet yang dikumpulkan dalam waktu yang telah ditentukan.
Tiap tim harus berhasil mendorong kerito itu melewati berbagai trek. Mulai dari trek berliku-liku dengan belokan tajamnya, jembatan bidai, dan papan keseimbangan.
Beberapa buah tongkat estafet terletak di samping papan kesimbangan ini, berupa satu ruas papan panjang yang tebal tapi sempit, sedikit lebih lebar dari roda kerito.
Sebelum memulai perlombaan, dipimpin oleh tetua/sesepuh kampung, masing-masing tim terlebih dahulu menampilkan tarian untuk para petani lada. Seorang wasit kemudian menjelaskan aturan main. Begitu kedua tim bersepakat dengan aturan-aturan tersebut, lomba pun dimulai.
Kerito surong merupakan gerobak dorong beroda satu. Nyaris seluruh komponannya terbuat dari kayu. Pada masa kolonial kerito dulu, gerobak dorong ini berfungsi sebagai alat angkut timah di sekitar kawasan tambang daerah Muntok.
Awalnya, kerito dioperasikan oleh masyarakat keturunan China. Seiring waktu, masyarakat Melayu Bangka pun mulai memanfaatkannya sebagai alat angkut hasil pertanian, seperti kolang-kaling, mangga, dan lada. Gerobak dorong ini juga digunakan untuk mengangkut kayu bakar.
Kerito kemudian menjadi alat angkut penting bagi para petani untk mengangkut lada dari kebun ke perendaman (sungai). Masyarakat yang menyambut panen lada dengan kegembiraan menaiki kerito surong dan berlomba cepat-cepatan sampai lebih dulu. Inilah awal munculnya permainan adu kerito surong.
Baca juga: Lada, Jenis Rempah yang Bernilai Tinggi dan Paling Bersejarah
Permainan tradisional adu kerito surong masih bertahan sampai sekarang, dengan berbagai modifikasi. Jika awalnya perlombaan ini hanya diiringi tepuk-tangan dan sorak-sorai penonton, seiring berjalannya waktu ditambah dengan iringan musik dambus. Hentakan gendang, gong, dan tamborin mengiringi para pemain yang meliuk-meliuk mendorong kerito-nya.
Baca juga: Dambus, Alat Musik Petik Khas Bangka Belitung
Para pemain pun kemudian mulai memakai kostum lomba, seperti sarung, parang, sandal cuhai, dan topi pandan.
Bagi masyarakat Bangka, adu kerito surong tidak hanya sekadar olahraga rekreatif. Perlombaan itu juga mengandung ajaran moral.
Indikator kemenangan suatu tim, yaitu tim yang paling banyak mengumpulkan tongkat estafet, dianggap sebagai pengingat bahwa barang siapa paling banyak mengumpulkan amalan baik maka dialah pemenang di hari kemudian.
Selain itu, permainan ini juga dilihat sebagai media untuk mengajarkan sportivitas, semangat bekerjasama, keuletan, serta tubuh yang sehat.
Kini, adu kerito surong terus hidup di Desa Sungai Selan, Desa Namang, Desa Simpang Katis, Desa Dul, serta desa-desa yang masih memanfaatkan kerito sebagai sarana angkut-mengangkut.
Adu kerito surong ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Provinsi Bangka Belitung pada 2015.
Baca juga: Banga, Penggunaan Kemiri dalam Permainan Tradisional Anak Manggarai