1001indonesia.net – Berada di Provinsi Papua, Boven Digul merupakan penjara alam yang amat terkenal di zaman kolonial Belanda. Para tokoh pergerakan, seperti Mohammad Hatta, Sayuti Melik, Sutan Sjahrir, dan Mas Marco Kartodikromo pernah dibuang ke tempat ini.
Didirikan pada 1927, pemerintah Hindia Belanda mula-mula menggunakan tempat ini untuk mengasingkan pemberontak Partai Komunis Indonesia. Lokasi pembuangan ada di beberapa tempat, seperti Tanah Merah, Gunung Arang, zona militer, dan Tanah Tinggi.
Tempat itu menjadi kamp konsentrasi pertama yang dibangun pemerintah kolonial di Indonesia. Pembangunannya dikerjakan oleh Kapten L Th Becking bersama 120 tentara dan 60 pekerja atas perintah Gubernur Jenderal De Graeff. Letaknya di hulu Sungai Digul yang dahulu dihuni buaya-buaya buas. Sekitar 500 kilometer dari muara Sungai Digul yang berakhir di Laut Arafura.
Selain dihuni buaya buas, kondisi alam Boven Digul dengan hutan lebatnya juga sangat keras. Suhu udaranya panas disertai ancaman penyakit malaria yang ganas. Juga ada ancaman penyakit beri-beri.
Lokasi Boven Digul yang berada di pedalaman membuatnya sulit dijangkau. Dengan dibuang ke sini, tidak ada orang yang akan mengunjungi para tahanan. Mereka juga tidak bisa melarikan diri karena satu-satunya akses ke luar adalah Sungai Digul yang dihuni buaya buas.
Tempat ini kemudian menjadi terkenal lantaran pernah menjadi tempat pengasingan bagi Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir pada Januari 1935.
Saat diasingkan ke tempat ini, Bung Hatta datang membawa 16 peti buku. Hatta tidak ditahan di penjara, tapi di rumah tersendiri. Selama di sana, dia rajin menulis. Sebuah cara yang ampuh untuk menjaga kewarasan mental akibat kerasnya kondisi alam di Boven Digul.
Lain halnya dengan Sjahrir. Jika Hatta banyak menghabiskan waktunya dengan membaca dan menulis, Sjahrir menghabiskan waktu bersama dengan kaum buangan lainnya. Ia bahkan menjadi pemain bola. Awalnya Sjahrir suka mandi di Sungai Digul. Tapi, begitu mendengar cerita di sana banyak buaya, dia buru-buru pindah ke Kali Bening.
Pemerintah daerah kini mengembangkan Boven Digul sebagai daerah wisata terpadu. Beberapa peninggalan Belanda masih ada, antara lain rumah sakit, penjara bawah tanah, makam tawanan, dan rumah panjang (loods) di Tanah Merah.
Boven Digul bisa menjadi destinasi wisata alternatif yang memberi wawasan sejarah kepada pengunjung. Selain menyaksikan langsung bekas tanah pengasingan kaum pergerakan, para pengunjung juga bisa menyaksikan keindahan burung cenderawasih 12 antena dan cenderawasih kaisar; bertemu dengan suku Korowai yang tinggal di rumah pohon; serta menikmati beragam sajian budaya lokal.