Tradisi Lisan Nusantara dan Nasibnya Kini

4401
Cerita Rakyat Nusantara, Pembelajaran Moral Melalui Kisah Kehidupan
Cerita Rakyat Sangkuriang (anakcemerlang.com)

1001indonesia.net – Indonesia kaya akan tradisi lisan. Sayang keberadaannya kini semakin terancam punah. Perkembangan teknologi menjadi ancaman besar bagi keberadaan kebudayaan tradisional. Juga proses pewarisannya yang berjalan tidak mulus membuat keberadaan tradisi lisan Nusantara semakin langka.

Tradisi lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang diwariskan secara lisan. Tradisi ini muncul di lingkungan kebudayaan lisan dan biasanya dari suatu masyarakat yang belum mengenal tulisan. Di dalamnya terkandung unsur-unsur kejadian sejarah, nilai-nilai moral, nilai-nilai keagamaan, adat istiadat, cerita-cerita, peribahasa, nyanyian, serta mantra-mantra yang ada dalam suatu masyarakat.

Disebut tradisi lisan karena proses pewarisannya hanya melalui lisan. Pewarisan bisa bersifat alami ataupun diajarkan. Pewarisan terjadi secara alami ketika masyarakat melihat, mengamati, lalu mempraktikkan tradisi lisan di daerahnya.

Umumnya, tradisi lisan berkembang di Nusantara sebagai cerita rakyat. Kisah-kisah seperti Ande-ande Lumut, Malin Kundang, ataupun Sangkuriang adalah contoh dari sekian banyak cerita rakyat yang ada di Nusantara.

Cerita rakyat ini berfungsi sebagai cerita pengantar tidur dan sangat baik bagi pengembangan karakter anak-anak. Dengan model cerita, nilai moral akan lebih mudah dipahami dan lebih mengakar pada jiwa anak-anak. Nilai moral dibangun dari mengenal karakter dalam cerita, alur cerita, juga kesimpulan di akhir cerita.

Di sisi lain, ada juga tradisi lisan yang berfungsi sebagai pertunjukan dan ada juga yang bersifat sakral atau hanya dilantunkan pada saat-saat tertentu dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.

Beberapa ragam tradisi lisan yang masih bisa ditemui adalah Sahibul Hikayat, Nyanyi Panjang, Kalkula, dan Royong.

Sahibul Hikayat merupakan tradisi lisan asal Betawi yang semakin sedikit peminatnya. Kisah-kisah dalam hikayat ini mengadopsi khasanah sastra lisan Timur Tengah, tetapi bisa juga dipadu dengan cerita rakyat Betawi.

Kata Sahibul Hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti pemilik kisah. Sahibul Hikayat disampaikan dalam bentuk prosa dengan beberapa bait pantun pesan moral. Tokoh legendaris dalam Sahibul Hikayat adalah Mohammad Zaid, yang mewariskannya kepada putranya, Ahmad Sofyan Zaid.

Di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, ada tradisi Nyanyi Panjang yang keberadaannya nyaris punah. Nyanyi Panjang merupakan cerita yang dilagukan beberapa jam hingga sepanjang malam. Ceritanya tentang tokoh yang memiliki kesaktian yang diperoleh lewat berbagai cara. Gaya bahasanya bercorak prosa lirik. Cerita diawali dengan pantun bebalam (dilagukan mirip suara burung Balam).

Kemudian ada Kalkula yang merupakan seni pertunjukan dari Sulawesi Tengah yang keberadaannya juga terancam punah. Kalkula sendiri merujuk pada alat musik semacam kolintang yang diimbuhi gendang dan gong. Kalkula biasanya ditampilkan dalam acara pernikahan dan perayaan-perayaan.

Karena Kalkula asli hampir punah, beberapa komunitas mengembangkannya dengan sejumlah perubahan. Kalkula ditambah dengan gitar sehingga lagunya lebih variatif.

Dulu, Kalkula harus dimainkan oleh perempuan lalu diwariskan kepada anak perempuannya. Begitu seterusnya. Salah satu alasannya adalah karena perempuan adalah penjaga kehidupan.

Terakhir, Royong adalah sastra lisan yang hanya dilantunkan oleh penutur bahasa Makassar dahulu kala. Lantunan ini bermakna doa atau pengharapan antara dunia atas dan dunia bawah yang disampaikan melalui nyanyian.

Royong ditampilkan dalam ritual adat ataupun momen-momen penting siklus kehidupan seseorang, seperti akikah, sunatan, dan pernikahan. Lantunan puisi itu diiringi tabuhan gendang dan pui-pui (suling khas Makassar).

Sama seperti Kalkula, dulu Royong yang harus dimainkan oleh perempuan hanya diwariskan kepada anak perempuannya. Namun, setelah dirasakan ini menjadi penyebab tidak berjalan mulusnya proses pewarisan Royong, aturan ini tidak lagi dijalankan dengan ketat.

Saat ini, sudah ada upaya dari paroyong (orang yang melantunkan Royong) untuk mengajarkan Royong kepada perempuan mana saja yang mau belajar. Pewarisan Royong tidak lagi terbatas pada anak perempuan paroyong saja.

***

Secara umum, tradisi lisan berfungsi sebagai sarana pembelajaran moral. Melalui kisah yang dituturkan, para pendengar akan mengambil hikmahnya. Di sinilah terjadinya proses pewarisan nilai-nilai yang dipegang oleh suatu masyarakat pada generasi berikutnya. Sebab itu, tradisi lisan biasanya dikisahkan secara berulang-ulang.

Selain itu, ternyata tradisi lisan Nusantra juga memiliki peran sosial. Keberadaan tradisi lisan yang hidup di tengah masyarakat pendukungnya diyakini mampu berperan mempertebal rasa solidaritas antarwarga. Bahkan, diyakini tradisi lisan mampu menjadi perekat wilayah yang terpisah secara administratif di satu kawasan budaya.

Jadi, keberadaan tradisi lisan tidak hanya berperan sebagai hiburan dan sarana pendidikan. Pada masa perang kemerdekaan, tradisi lisan bahkan mampu menggelorakan semangat perjuangan untuk melawan para penjajah.

Untuk itu, tradisi lisan Nusantara perlu dilestarikan dan dikembangkan. Munculnya para pendongeng profesional yang berjuang untuk terus mengembangkan dan mengenalkan kembali berbagai cerita rakyat dan berbagai tradisi lisan Nusantara lainnya perlu diapresiasi.

Keberadaan seniman yang masih setia dengan tradisi lisan lokal juga perlu mendapat perhatian agar tradisi tersebut tidak hilang dan tetap bisa dinikmati oleh generasi mendatang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

7 + 3 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.