Tawur Nasi, Tradisi Tolak Bala Warga Desa Pelemsari di Rembang

2060
Tradisi Tawur Nasi Rembang
Foto: budayajawa.id

1001indonesia.net – Setiap tahun, warga Desa Pelemsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menggelar tradisi tawur nasi. Tradisi itu masuk dalam rangkaian ritual sedekah bumi sebagai wujud rasa syukur keberhasilan panen warga setempat.

Biasanya tradisi tawur nasi dilakukan di tempat yang dikeramatkan bernama Punden Sumber. Punden tersebut merupakan petilasan dari tokoh pendiri desa yang dihormati masyarakat setempat. Letaknya di tengah areal persawahan yang kering.

Mengawali ritual ini, warga desa berbondong-bondong menuju Punden Sumber dengan membawa penganan nasi serta lauk pauknya. Pertama-tama, dilakukan dahulu ritual sedekah bumi.

Panganan yang dibawa warga dikumpulkan. Kemudian semua warga desa untuk bersama-sama memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberi berkah dan kelancaran dalam kehidupan mereka di kemudian hari.

Setelah doa selesai, dimulailah persiapan tradisi tawur nasi. Sebagian nasi ditaruh di tempat khusus untuk acara tawur nasi. Sebagian lain disisihkan untuk acara makan bersama.

Setelah segala persiapan selesai, dimulailah acara yang ditunggu-tunggu. Suasana yang tadinya berlangsung tenang, sontak berubah menjadi keriuhan. Keseruan terjadi ketika para pemuda saling melempar nasi satu sama lain.

Selain sebagai ungkapan rasa syukur, tradisi tawur nasi juga dianggap bisa menjadi tolak bala. Setiap nasi yang berceceran di tanah juga sudah dianggap sebagai berkah untuk para warga.

Nasi itu nantinya akan dipakai untuk berbagai keperluan, seperti untuk makanan ternak. Masyarakat setempat percaya, nasi yang telah digunakan dalam ritual tersebut akan menghindarkan ternak dari berbagai macam penyakit.

Warga juga mempercayai bekas nasi yang dibuat sedekah bumi tawuran nasi dapat mengusir hama tikus. Nasi yang berceceran di tanah itu mereka ambil lalu dijemur hingga kering dan disimpan. Saat musim tanam tiba, nasi kering tersebut disebar di sawah untuk mengusir berbagai hama.

Sementara sebagian nasi yang sebelumnya sudah disisihkan dan tidak digunakan untuk tawur akan dihidangkan dengan beberapa macam lauk yang disajikan untuk makan bersama dengan petinggi desa dan menampilkan permainan ketoprak sebagai simbol rasa syukur dan persembahan untuk para leluhur.

Untuk menentukan hari pelaksanaan tawur nasi perlu perhitungan khusus. Meski namanya tawuran, tak ada kemarahan dan rasa dendam dalam tradisi ini. Para peserta yang terlibat justru ia senang bisa ikut andil dalam perayaan tersebut.

Semua bersyukur karena panenan melimpah dan warga berharap panenan musim berikutnya juga baik dan tidak gagal panen.

Baca juga: Perang Topat, Merayakan Keberagaman di Pura Lingsar Lombok

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

8 + 11 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.