Tari Malulo, Mengukuhkan Semangat Persahabatan melalui Tarian

2078
Tari Malulo
Keberadaan Lulo menunjukkan bahwa nilai persahabatan dan persaudaraan dijunjung tinggi oleh masyarakat suku Tolaki di Sulawesi Tenggara. (Foto: Seringjalan.com)

1001indonesia.net – Tari Malulo atau Lulo merupakan tarian persahabatan yang dimiliki suku Tolaki di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Tarian ini dilakukan secara beramai-ramai, baik kaum pria maupun wanita, tua maupun muda.

Tari Malulo merupakan warisan dari budaya agraris suku Tolaki. Awalnya, Lulo merupakan ritual pemujaan terhadap Dewi Padi, dan dilakukan terutama pada masa panen. Ada yang berpendapat, nama Lulo berasal dari kebiasaan yang dilakukan petani Tolaki, yaitu malulowi opae yang berarti menginjak-injak onggokan padi untuk melepaskan bulir dari tangkainya.

Pendapat lain mengungkapkan, tarian ini berasal dari suku Tolaki kuno. Di masa silam, sebelum memulai bercocok tanam, mereka berkumpul di lahan baru yang akan ditanami. Mereka lalu memohon pada penguasa alam agar tanamannya aman, tidak dirusak oleh hama dan penyakit. Diiringi musik gong, mereka berbaris membentuk lingkaran, bergandengan tangan, dan menginjakkan kakinya.

Diceritakan bahwa dahulu mereka memisahkan bibit dengan tangkainya, sambil berpegangan pada tiang lumbung. Akan tetapi, karena banyaknya orang, tiang lumbung tidak cukup untuk berpegangan. Sebab itu, mereka saling bergandengan tangan, seperti dalam Tari Malulo.

Lulo kemudian terus berkembang dan ditampilkan dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan, pesta panen raya, dan pelantikan raja. Biasanya tarian ini ditampilkan di akhir acara dengan mengajak semua yang hadir untuk ikut menari. Keberadaan Lulo menunjukkan bahwa nilai persahabatan dan persaudaraan dijunjung tinggi oleh masyarakat Tolaki.

Baca juga: Tari Yospan, Simbol Persahabatan dan Semangat Hidup Masyarakat Biak

Malulo tidaklah sulit untuk ditarikan. Prinsip dasar gerak tari ini adalah gerakan melingkar, gerak tangan, dan gerak kaki. Tari ini dilakukan dengan 3 gerakan inti, yaitu moese (gerakan tangan ke atas-bawah), molakoako (gerak ke kanan-kiri), dan nilulo-lulo (gerakan kaki menginjak-injak).

Para penari saling berpegangan tangan dan membentuk lingkaran yang saling menyambung. Mereka bisa mengajak tamu atau penonton untuk bergabung dalam tarian ini. Ini mungkin dilakukan karena gerak tarinya cukup mudah untuk diikuti oleh siapa pun.

Penari wanita mengenakan baju Babu Nggawi, yaitu baju yang tidak terbelah pada bagian depannya seperti baju kebaya, namun tidak berkancing. Warnanya cenderung warna terang, seperti oranye, kuning, merah muda, dan lainnya. Untuk bawahan, penari wanita menggunakan Sarung Tenun Tolaki yang diberi ikat pingang atau Tabere warna-wani.

Tabere memiliki makna bercerai berai tetapi tetap satu tujuan. Ikat pinggag ini memiliki warna-warna tabere yang berbeda-beda namun dalam satu ikatan.

Adapun penari pria mengenakan baju atasan Babu Kandiu, baju lengan panjang dengan kerak berdiri yang terbuka pada bagian depan. Umumnya berwarna biru. Untuk bawahannya, penari pria menggunakan Saluaro atau celana panjang untuk bawahan dan ditambah Sawu Ndolaki yang dililitkan pada pinggang yang membalut celana.

Penari perempuan mengenakan aksesori antara lain sanggul, hiasan sanggul, anting-anting, kalung, dan gelang. Sedangkan penari pria menggunakan Pabela atau topi berbentuk segitiga.

Alat musik pengiring tarian Malulo adalah gong dan kendang dengan irama gembira dan sukacita. Selain sebagai sarana untuk mempererat persahabatan, tarian ini juga menjadi ungkapan kegembiraan dan rasa syukur masyarakat Tolaki atas kebahagiaan yang mereka dapatkan.

Tari Malulo diwariskan secara turun-temurun dan bertahan hingga saat ini. Meski mengalami perubahan karena perkembangan zaman, tetapi ciri khas dan nilai dasar tarian ini terus dipertahankan.

Baca juga: Lego-lego, Membangun Kebersamaan melalui Syair dan Tari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 × 5 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.