Tari Lariangi, Seni Pertunjukan dari Kepulauan Wakatobi

1300
Tari Lariangi
Foto: direktoripariwisata.id

1001indonesia.net – Tari Lariangi merupakan seni pertunjukan asal Pulau Kaledupa, Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tari tradisional ini telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada 2013.

Nama Lariangi terdiri atas dua suku kata, yakni lari dan angi. Lari berarti menghias atau mengukir. Sedangkan angi berarti orang-orang yang berhias untuk menyampaikan sesuatu.

Lari atau menghias merujuk pada pakaian para penari yang dihiasi manik-manik, juga hiasan sanggul, logam berukir untuk gelang, kalung, dan hiasan sarung. Masing-masing hiasan tersebut memiliki makna tersendiri.

Lariangi merupakan tradisi lisan yang sudah ada sejak tahun 1634 pada masa Kesultanan Buton. Pada zaman dulu, tarian ini dipentaskan untuk raja. Waktu pertunjukannya bisa semalaman dan lagunya bisa sampai 30-an. Isi lagu tersebut macam-macam, ada sejarah, petuah, keindahan alam, perang, permainan, kisah cinta, dan lain-lain.

Saat ini, pertunjukan gerak tari dan lagu ini bisa disaksikan siapa saja. Lama pementasannya pun lebih singkat.

Diiringi alat musik kendang, gong, dan bonang, para penari memainkan kipas, melirik, merendahkan tubuh, seperti pasang kuda-kuda, sambil terus melantunkan syair.

Lagu pertama, ”Iya Malahu”, menceritakan tentang kapal-kapal yang masuk ke Kaledupa pada masa Kerajaan Buton. Lagu kedua, ”Ritanjo”‎, berisi puji-pujian untuk Pulau Hoga.

Kesenian tradisional ini masih terawat sampai sekarang. Bahkan, bagi masyarakat Pulau Kaledupa, mementaskan tari lariangi sudah menjadi kebiasaan setiap kali ada hajatan. Ada 16 kelurahan di Kecamatan Kaledupa. Setiap kelurahan punya satu kelompok tari lariangi.

Baca juga: Lego-lego, Membangun Kebersamaan melalui Syair dan Tari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

eight − six =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.