1001indonesia.net – Situs Liyangan berada di kaki Gunung Sindoro, Desa Purbosari, Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah. Diperkirakan, situs yang berasal dari abad ke-6 M tersebut merupakan perkampungan kuno yang sudah mengembangkan sistem pertanian dan pengairan.
Pemukiman kuno terlengkap dan terbesar di Nusantara itu berada tepat di bawah jalur aliran lahar panas Gunung Sindoro yang membuatnya terpendam di bawah material vulkanik pada kedalaman 10-12 meter. Keberadaannya baru tersingkap saat para penambang batu dan tradisional menemukannya pada 2008.
Awalnya, para penambang itu tidak menyadari apa yang mereka temukan saat itu merupakan warisan peradaban penting dari masa Mataram Kuno. Ketika itu, batu candi yang mereka temukan disingkirkan begitu saja. Begitu pun benda-benda kuno lainnya yang tidak mereka ketahui fungsinya.
Di tahun berikutnya, tempat itu menjadi perhatian para ahli kepurbakalaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebab itu, aktivitas penambangan pasir dan batu tradisional dihentikan sementara. Proses eksvakasi dilakukan oleh Balai Arkeologi Jateng DIY.
Semakin hari semakin banyak benda kepurbakalaan yang di temukan, mulai dari bangunan talud, candi, bekas rumah kayu dan bambu, struktur bangunan batu, lampu dari bahan tanah liat, serta tembikar berbagai bentuk. Dengan banyaknya penemuan, wilayah penggaliannya semakin melebar dan meluas dan bahkan diperkirakan akan merambah ke kompleks pemukiman penduduk saat ini.
Penemuan lain yang sangat berarti untuk penelitian adalah adanya padi, serbuk sari pertanian, dan saluran air yang dipercaya merupakan saluran irigasi, hingga potongan tulang belulang hewan ternak.
Di tempat itu juga ditemukan tembikar China kuno. Juga ada arang bekas kayu pendopo dan rumah, altar, jalan, dan pagar serta bangunan pelengkap lain. Penemuan-penemuan tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa Situs Liyangan dulunya merupakan kompleks perkampungan kuno.
Hal di atas menjadikan Situs Liyangan berbeda dengan situs-situs kepurbakalaan lain di Indonesia yang umumnya berupa candi-candi. Situs tersebut merupakan sebuah perdusunan di zaman Mataram Kuno sekitar abad ke-6 sampai 9 Masehi. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bentuk bangunan rumah panggung dari kayu yang telah menjadi arang.
Berdasarkan penelitian tim Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta, Situs Liyangan terdiri atas tiga bagian, yakni area hunian, tempat peribadatan, dan kawasan pertanian. Pada Pada September 2017, ditemukan yoni pipih setebal 20 sentimeter pada bagian atas areal pertanian.
Yoni tersebut berbentuk bulat dan sangat unik, hanya ada di Liyangan. Di depan cerat yoni, terdapat saluran air sehingga diperkirakan artefak tersebut berkaitan langsung dengan pertanian dan irigasi. Berada di tempat yang paling tinggi, yoni tersebut dianggap sebagai simbol kesuburan dan pusat ritual yang berkaitan dengan sistem pertanian.
Diperkirakan, Situs Liyangan lebih besar dari Candi Borobudur. Namun, tempat ini bukanlah suatu candi, melainkan semacam pemukiman warga di masa Mataram kuno atau semacam pusat pemukiman yang terletak di Pusat Segitiga Candi Besar, yaitu Borobudur, Gedong Songo, dan Dieng.
Masih dibutuhkan waktu panjang untuk menguak sejarah peradaban di Situs Liyangan. Sampai saat ini, eksvakasi yang dilakukan baru mengungkapkan sebagian kecil informasi yang terkandung dalam situs tersebut.
Sebab itu, pemugaran dilakukan secara bertahap. Pada 12 Maret 2018 lalu, tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah mulai melakukan pemugaran pagar candi induk yang membujur ke utara. Sebelumnya, pada 2017, tim BPCB berhasil memugar pagar candi induk yang membujur ke barat dan trap tangga di bagian pagar yang membujur ke utara.