Radjiman Wedyodiningrat, Dokter Cemerlang yang Menjadi Ketua BPUPK

3688
Radjiman Wedyodiningrat, Seorang Dokter Cemerlang yang Menjadi Ketua BPUPK
Foto Keluarga Radjiman Wedyodiningrat sekitar tahun 1909. (Foto: @potretlawas)

1001indonesia.net – Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat merupakan salah satu tokoh pendiri Republik Indonesia, terutama melalui kiprahnya sebagai ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Selain itu, ia dikenal sebagai seorang dokter cemerlang yang sangat peduli pada nasib rakyat kecil di daerah Ngawi yang terkena wabah penyakit pes.

Radjiman Wedyodiningrat lahir di Desa Mlati, Yogyakarta, pada 21 April 1879. Ia bukan dari kalangan bangsawan. Ayahnya, Sutodrono, bekerja sebagai penjaga toko kecil di Yogyakarta. Karena ayahnya meninggal dunia di kala Radjiman masih kecil, ia kemudian diangkat anak oleh dokter Wahidin Sudirohusodo.

Dari ayah angkatnya, Radjiman mendapat pendidikan yang sangat memadai. Radjiman sendiri memiliki semangat belajar yang sangat tinggi. Ia mengenyam pendidikan di sekolah dasar Belanda (Europeesche Lagere School) dan lulus tahun 1893.

Dokter Cemerlang

Radjiman kemudian melanjutkan pendidikan kedokteran dan lulus sebagai dokter jiwa pada 1898. Sebagai dokter jiwa, Radjiman bekerja di berbagai tempat, seperti Banyumas, Purworejo, Semarang, dan Madiun.

Radjiman kemudian melanjutkan pendidikan dan menjadi pembantu guru (assistant-leeraar) di Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA) di Batavia. Ia lulus sebagai Indisch Arts pada 1904. Dua tahun berikutnya, ia bekerja di Sragen, Surakarta, dan di rumah sakit jiwa Lawang, Jawa Timur. Di kemudian hari, namanya disematkan pada rumah sakit tersebut, yakni Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat.

Namun, Radjiman belum merasa cukup dengan pendidikan kedokteran yang ia terima. Ia bertekad kuat untuk menjadi dokter yang lebih andal. Ia kemudian pergi ke Amsterdam, Belanda, untuk meneruskan pendidikan di sekolah dokter tinggi di sana. Ia berhasil mendapatkan gelar Arts pada 1910 yang membuatnya setara dengan dokter-dokter Belanda. Suatu pencapaian fenomenal kala itu.

Radjiman kemudian memperdalam pengetahuannya di Berlin selama 1 tahun. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke tanah air. Sampai di tanah air, ia masuk dinas Kasunanan Surakarta. Ia diangkat menjadi dokter Wedyodipuro dengan gelar Wedyodiningrat.

Di sela-sela kedinasannya, ia masih sempat memperdalam keahliannya di Eropa, yakni di Amsterdam (1919-1920) dan Paris (1930). Ia menjadi ahli bedah serta dokter bersalin dan kandungan.

Sejak tahun 1934, ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Widodaren, Ngawi karena keprihatinannya atas wabah penyakit yang terjadi di sana. Di Ngawi, Radjiman mengabdikan dirinya sebagai dokter penyakit pes. Ketika itu, banyak warga Ngawi yang meninggal dunia karena wabah penyakit tersebut.

Saat ini, rumah kediamannya telah menjadi situs yang sudah berusia lebih dari 1 abad. Bung Karno telah bertandang dua kali ke rumah tersebut. Ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan kedua bapak bangsa ini.

Aktif di Pergerakan

Di bidang pergerakan nasional, Radjiman Wedyodiningrat merupakan salah satu pendiri Budi Utomo. Organisasi yang digagas oleh dokter Wahidin Sudirohusodo (ayah angkat Radjiman) ini merupakan salah satu tonggak penting kesadaran nasional bangsa Indonesia. Radjiman sempat menjadi ketua Budi Utomo pada 1914-1915.

Pada 1918, ketika pemerintah Hindia Belanda untuk pertama kalinya membentuk Volkstraad, ia diangkat menjadi salah satu anggotanya sebagai wakil dari Budi Utomo. Ia kembali terpilih beberapa kali menjadi anggota Volkstraad sampai tahun 1931.

Pada 1925-an, Radjiman juga mulai aktif di studieclub di daerah Solo. Dalam studieclub tersebut, ia memimpin penerbitan majalah tengah bulanan Timbul (1926-1930).

Pada masa pendudukan Jepang, Radjiman menjadi anggota Majelis Pertimbangan gerakan Putera di bawah pimpinan Sukarno. Radjiman juga ditunjuk sebagai ketua Shu Sangi Kai Madiun (Dewan Penasihat Daerah) di Jakarta pada 1943.

Ketua BPUPK

Dalam perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia, Radjiman merupakan satu-satunya orang yang terlibat secara aktif dalam kancah perjuangan berbangsa mulai dari munculnya Budi Utomo (1908) sampai pembentukan BPUPKI pada 1945.

Saat memimpin Budi Utomo, ia mengusulkan pembentukan milisi rakyat di setiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat). Usulan tersebut dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad, dan Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Budi Utomo.

Pada sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945 yang dipimpin olehnya, Radjiman Wedyodiningrat mengajukan pertanyaan “Apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, Radjiman membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Dalat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.

Pada masa setelah kemerdekaan RI, Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP, dan pemimpin sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.

Dokter Radjiman Wedyodiningrat meninggal di Ngawi, Jawa Timur, 20 September 1952 pada usia 73 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta, tempat peristirahatan terakhir bapak angkatnya, Wahidin Soedirohusodo.

Atas jasa-jasanya, Radjiman diberi Bintang Mahaputera Tingkat II dan Bintang Republik Indonesia Utama oleh Pemerintah Indonesia. Ia kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia yang diberikan bertepatan dengan peringatan hari pahlawan pada 10 November 2013 melalui Keppres No. 68/TK/2013.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nine − five =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.