1001indonesia.net – Plahlar atau pelahlar (Dipterocarpus littoralis) merupakan tumbuhan endemik Pulau Nusakambangan. Tumbuhan yang termasuk dalam kelompok marga keruing (Dipterocarpus) suku meranti-merantian (Dipterocarpaceae) ini merupakan salah satu pohon terlangka di Indonesia. Tak heran IUCN memasukkannya ke dalam kategori kritis.
Pohon plahlar umumnya dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 50 m dengan diameter 1 sampai 1,5 meter. Tumbuhan ini biasanya memiliki karakteristik kulit batang mengelupas, berwarna abu-abu, dan mengeluarkan resin bila ditakik.
Ciri lainnya adalah daunnya yang lebar 16–25(-52) cm x 10–18(-28) cm, kaku, dan berlipatan, serta tulang daun sekunder yang banyak (19-24 pasang). Buahnya bersayap lima, terdiri atas dua sayap panjang (24 x 4 cm) dan tiga sayap pendek (10 x 6 cm).
Termasuk dalam kelompok keruing, tumbuhan ini menghasilkan kayu bangunan yang berkualitas. Selain itu, resin damarnya juga dapat digunakan sebagai bahan untuk memakal perahu.
Plahlar secara alami hanya tumbuh di Pulau Nusakambangan, terutama di bagian barat. Habitat alaminya di hutan pamah campuran, di punggung bukit, lereng, dan pinggiran aliran air, serta pada substrat tanah bukit kapur (limestone).
Tumbuhan ini terancam oleh penebangan liar dan perambahan habitat asli. Habitatnya juga terdampak oleh desakan jenis invasif Langkap (Arenga obtusifolia). Ruang untuk tumbuh tertutupi oleh populasi Langkap ini. Itu sebabnya, saat ini sangat sulit dijumpai pohon pelahlar nusakambangan dengan diameter lebih dari 50 cm.
Karena sebaran terbatas, populasi sangat kecil, serta ancaman tinggi, IUCN mengkategorikan plahlar ke dalam status konservasi kritis (Critically Endangered). Tumbuhan ini juga termasuk dalam daftar nasional spesies prioritas untuk tindakan konservasi di Indonesia tahun 2008-2018.
Baca juga: Tengkawang, Tanaman Endemik Kalimantan yang Kaya Manfaat