Pinto Aceh, Ragam Hias yang Diinspirasi oleh Pintu Taman Istana Kesultanan Aceh

1015
Pinto Aceh
Pinto aceh telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dari Provinsi Aceh pada 2015. (Foto: Ist)

1001indonesia.net – Pinto aceh merupakan ragam hias khas yang diakui sebagai warisan budaya tak benda nasional dari Aceh. Motif hias yang sangat terkenal di Aceh ini merupakan hasil karya seorang perajin emas bernama Mahmud Ibrahim atau lebih akrab dikenal sebagai Utoh Mud.

Ragam hias pinto aceh diterapkan pada beragam perhiasan, utamanya bros untuk kaum wanita. Seiring waktu penggunaannya semakin luas, termasuk sebagai motif untuk baju batik, liontin, pin, tas, bahkan jok mobil.

Sejarah awal lahirnya perhiasan Pinto Aceh dimulai tahun 1926. Ketika itu Pemerintah Kolonial Belanda di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) menggelar satteling (pasar malam) terbesar yang diadakan di Esplanade (sekarang Lapangan Blang Padang).

Di pasar malam itu Pemerintah Kolonial Belanda memberikan kesempatan kepada para perajin emas dan perak untuk memamerkan hasil kerajinan tangan mereka.

Oleh karena kemahiran dan keterampilannya dalam menempa emas, setelah gelaran pasar malam selesai, seorang perajin emas dan perak bernama Mahmud Ibrahim (Utoh Mud) dinilai pantas untuk memperoleh sertifikat dari panitia satteling.

Kala itu, banyak pejabat kolonial Belanda dan keluarga mereka yang sering memesan berbagai jenis perhiasan tradisional Aceh pada Utoh Mud. Utoh Mud dapat ditemui di pusat usaha kerajinan perhiasan di Jalan Bakongan, Kutaraja. Kini, bangunan tersebut sudah dibongkar sebagai perluasan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Baca juga: Masjid Raya Baiturrahman, Bangunan Megah yang Menjadi Ikon Aceh

Pada 1935, Utoh Mud menciptakan sebuah perhiasan baru, yaitu Pinto Aceh. Motif perhiasan ini terinspirasi dari desain Pinto Khop, yaitu pintu Taman Ghairah atau Bustanussalatin yang merupakan taman Istana Kesultanan Aceh Darussalam peninggalan Sultan Iskandar Muda.

Baca juga: Gunongan, Tanda Cinta Sultan Iskandar Muda kepada Permaisurinya

Pada era Kesultanan Aceh Darussalam, Pinto Khop merupakan pintu belakang Keraton Aceh yang khusus digunakan sebagai pintu keluar-masuknya permaisuri Sultan Iskandar Muda beserta dayang-dayangnya.

Apabila sang permaisuri hendak mendatangi tepian Krueng Daroy untuk mandi senantiasa lewat Pinto Khop ini. Sekarang ini sebagian kecil Taman Ghairah tersebut sudah dipugar dan dikenal dengan Taman Putroe Phang, nama permaisuri Sultan Iskandar Muda yang berasal dari Pahang, Malaysia.

Ragam hias pinto aceh sendiri telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Karya budaya ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dengan SK Penetapan No. 186/M/2015.

Baca juga: Kerawang Gayo, Motif Kain Tradisional dari Aceh Bagian Tengah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

20 − 5 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.