1001indonesia.net – Tanean lanjhang merupakan kompleks pemukiman tradisional yang dihuni oleh orang Madura yang masih terikat dalam hubungan keluarga. Pemukiman tersebut mencerminkan pola kehidupan masyarakat Madura dengan semangat kekerabatan yang kuat.
Sebutan tanean lanjhang diambil dari bahasa setempat: taneyan dan lanjhang. Taneyan, tanian, atau tanean berarti halaman. Sedangkan lanjhang artinya panjang. Dengan demikian, tanean lanjhang secara harfiah berarti halaman rumah yang memanjang.
Lintu Tulistyantoro dalam “Makna Ruang pada Tanean Lanjhang di Madura” (2005) menyebut, pemukiman tradisional tanean lanjhang terdiri atas 2 sampai sepuluh rumah yang dihuni oleh keluarga-keluarga yang masih terikat dalam satu hubungan darah.
Letak pemukiman berdekatan dengan lahan garapan dan sumber air. Antara permukiman dan lahan garapan hanya dibatasi tanaman hidup sebagai pagar atau peninggian tanah (galengan atau tabun). Dengan demikian, masing-masing pemukiman dipisahkan oleh lahan garapannya.
Baca juga: Kampung Ciptagelar, Hidup Harmoni bersama Alam Sekitar
Susunan rumah di pemukiman
Seperti umumnya pemukiman tradisional lainnya, tata letak rumah-rumah di pemukiman ini memiliki aturannya sendiri. Pada pemukiman tanean lanjhang, rumah-rumah disusun berdasarkan hierarki dalam keluarga. Arah barat-timur menunjukkan urutan tua muda. Sistem yang demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat (Tulistyantoro, 2005).
Di ujung paling barat terletak langgar. Bagian utara merupakan kelompok rumah yang tersusun sesuai hierarki keluarga. Susunan barat-timur terletak rumah orangtua, anak-anak, cucu-cucu, dan cicit-cicit dari keturunan perempuan.
Kelompok keluarga yang demikian yang disebut koren atau rumpun bambu. Satu koren berarti satu keluarga inti.
Garis keturunan masyarakatnya bersifat matrilineal. Hal ini tampak pada tata atur dan kepemilikan rumah, meskipun saat ini orang Madura menganut extended family.
Rumah identik dengan kaum perempuan dan dimiliki bersama, artinya perempuan adalah pemilik sekaligus pemakai rumah. Pemakaian rumah bisa berpindah. Saat ada yang meninggal, yang muda akan menempati rumahnya.
Yang tua berkewajiban terhadap kesejahteraan yang lebih muda, terutama yang perempuan.
Proses pembentukan pemukiman
Menurut Tulistyantoro, terbentuknya permukiman tradisional Madura diawali dengan sebuah rumah induk (tonghuh). Rumah itu kemudian akan dikenal sebagai cikal bakal atau leluhur suatu keluarga. Tonghuh dilengkapi dengan langgar, kandang, dan dapur.
Apabila sebuah keluarga memiliki anak yang berumah tangga, khususnya anak perempuan, orangtua akan membuatkan rumah baginya. Rumah itu dibangun di sebelah timur rumah keluarga. Kelompok pemukiman yang demikian disebut pamengkang.
Dalam tradisi orang Madura, wajib bagi orangtua membangunkan rumah sebagai pemberian (sangkolan) kepada anak perempuan yang sudah berkeluarga. Sebab, di Madura, anak perempuan setelah berkeluarga tetap tinggal bersama orangtuanya. Sedangkan anak laki-laki ikut ke rumah istrinya tinggal bersama mertuanya
Demikian juga bila generasi berikutnya telah menempati maka akan terbentuk koren dan sampai tanean lanjhang. Susunan demikian terus menerus berkembang dari masa ke masa.
Apabila susunan ini terlalu panjang maka susunan berubah menjadi berhadapan. Urutan susunan rumah tetap dimulai dari ujung barat kemudian berakhir di ujung timur. Pertimbangan ini dikaitkan dengan terbatasnya lahan garapan. Dengan demikian, pembangunan pemukiman sebisa mungkin tidak mengurangi lahan garapan yang ada.
Posisi tonghuh selalu ada di ujung barat sesudah langgar. Langgar selalu berada di ujung barat pemukiman sebagai akhiran masa bangunan yang ada. Susunan rumah tersebut selalu berorientasi utara-selatan. Halaman yang berada di tengah pemukiman disebut tanean lanjhang.
Baca juga: Kota Tua Kalianget, Kota Modern Pertama di Madura
Bangunan-bangunan yang ada dalam pemukiman
Pola pemukiman tanean lanjhang umumnya terdiri dari beberapa bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda, yaitu:
Ruang tinggal
Ruang tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu utama dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi serambi. Ruang bagian belakang atau bagian dalam sifatnya tertutup dan gelap. Akses ke luar hanya ada pada bagian depan saja, baik berupa pintu maupun jendela. Rumah yang sederhana bahkan tidak memiliki jendela.
Tempat tinggal ini hanya terdiri atas satu ruang, tanpa sekat sama sekali. Fungsi utama ruang tersebut adalah untuk mewadahi aktivitas tidur bagi perempuan dan anak-anak.
Serambi memiliki dinding setengah terbuka, pembukaan hanya ada di bagian depan. Fungsi utama ruang ini adalah sebagai ruang tamu bagi perempuan.
Bangunan rumah berdiri di atas tanah dengan peninggian kurang lebih 40 cm. Bahan lantai sangat bervariasi, mulai dari tanah yang dikeraskan sampai dengan pemakaian bahan lain, seperti plesteran dan terakota.
Bahan bangunan yang digunakan tergantung kepada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga yang menempati. Bahan untuk dinding dan struktur terdiri atas kayu, bambu, tabing atau bidik, dan tembok.
Penutup atap menggunakan genteng dan sebagian menggunakan bahan dari belli (daun nipah), atau ata’ alang (ilalang). Bahan pintu utama rumah selalu terbuat dari kayu.
Berdasarkan bentuk denah bangunan, terdapat dua tipe bangunan, yaitu slodoran atau malang are dan sedana. Slodoran terdiri atas satu ruang dengan dua pintu dan satu serambi serta memiliki satu pintu keluar. Sedana memiliki dua ruang dan dua pintu tetapi memiliki satu serambi dengan satu pintu keluar.
Kedua tipe tersebut rata-rata dimiliki masyarakat biasa. Sementara rumah bangsawan memiliki komposisi yang berbeda.
Berdasarkan letak tiang utamanya, tipe bangunan dapat dibedakan atas bangsal dan pegun. Kedua tipe tersebut dapat dikenali melalui tampilan luarnya. Bangsal berbentuk seperti Joglo Jawa yang terpancung di kanan kirinya. Sedangkan pegun seperti limasan yang memiliki emper pada bagian depan dan belakang. Kedua tipe ini memiliki kesamaan struktur, yaitu empat sasaka (tiang) utama.
Bangsal selalu dilengkapi bubungan nok yang berbentuk tanduk atau ekor naga, sementara pegun tidak. Keempat tiang bangsal terletak di tengah dengan posisi bujur sangkar. Sementara empat tiang pegun terletak di pinggir mendekati tembok dengan komposisi empat persegi panjang.
Baca juga: Rumah Adat Jawa (Rumah Kampung, Limasan, dan Joglo)
Langgar
Langgar (langghar) berada di ujung barat, merupakan bangunan ibadah keluarga. Selain itu, langgar merupakan pusat aktivitas laki laki. Di tempat ini dilakukan pengajaran nilai-nilai moral agama kepada generadi muda.
Langgar juga digunakan sebagai tempat bekerja pada siang hari, tempat menerima tamu, tempat istirahat dan tidur bagi laki laki, tempat untuk membicarakan banyak hal dalam keluarga, serta dipakai untuk melakukan ritual keseharian dan juga sebagai gudang hasil pertanian.
Dilansir dari Kompas.com, selain menjadi simbol Kabah sebagai kiblat orang Islam dalam beribadah, langgar juga berfungsi sebagai tempat proteksi dari hal-hal yang tidak diinginkan akibat adanya pertemuan antara tamu laki-laki dan anggota keluarga perempuan.
Berukuran relatif kecil dibandingkan dengan rumah, berstruktur panggung dengan tiang-tiang kayu atau bambu setinggi 40-50 cm. Sangger atau lantai terbuat dari bambu, kayu ataupun perkerasan bila tidak berstruktur panggung.
Memiliki dinding belakang, kanan dan kiri. Bentuk atap jadrih, tajuk, bahkan trompesan. Bahan dinding terbuat dari bambu, kayu atau tembok. Penutup atap dari daun sampai dengan genteng. Semua ini tergantung kepada kemampuan ekonomi pemiliknya.
Tiang penyangga bisa empat bisa juga delapan. Bahan utama bisa dari kayu, bisa juga bambu yang kuat, atau biasa disebut parreng tongga’an.
Kandang
Peletakan kandang disesuaikan dengan kebutuhan. Pada permukiman awal, kandang biasanya berada di sisi selatan, berhadapan dengan rumah tinggal.
Bangunan kandang terbuat dari material bambu atau kayu dengan atap daun atau genteng. Sementara itu, dinding terdiri atas bambu atau kayu. Masing-masing keluarga memiliki kandang sendiri-sendiri.
Saat ini banyak masyarakat yang tidak memiliki ternak sehingga tidak semua tanean memiliki kandang. Ternak adalah satu kebutuhan utama bagi mereka yang kehidupannya menggantungkan pada pertanian.
Dapur
Dapur terletak di depan, di samping langgar ataupun di belakang rumah. Bahan bangunan yang digunakan sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga yang memilikinya.
Bagi masyarakat Madura, selain sebagai tempat untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga, dapur juga berfungsi juga sebagai tempat menyimpan hasil panen, seperti jagung, umbi-umbian, dan lain lain.
Letak dapur dalam tanean tidak tetap. Pada susunan awal dapur kebanyakan bersebelahan dengan kandang, tetapi bisa juga di sebelah langgar, di samping rumah, maupun di belakang rumah.
Tanean
Tanean merupakan merupakan pusat dari pemukiman tradisional ini. Letaknya di tengah-tengah permukiman. Berupa ruang terbuka, berfungsi sebagai tempat sosialisasi antaranggota keluarga, tempat bermain anak-anak, tempat melakukan kegiatan sehari-hari, untuk menjemur hasil panen, tempat melakukan ritual keluarga, dan dan kegiatan lain yang melibatkan banyak orang.
Tanean adalah tempat berkomunikasi dan mengikat hubungan satu keluarga dengan keluarga yang lain. Peran tanean sangat penting. Di sinilah kebersamaan dibangun. Otonomi besar di rumah masing-masing disatukan melalui ruang tersebut.
Tanean sifatnya terbuka dengan pembatas yang tidak permanen, biasanya berupa pagar tanaman hidup. Namun, untuk memasuki tanean harus melalui pintu yang tersedia. Letaknya di ujung timur halaman.
Apabila memasuki tanean tanpa melewati pintu maka akan dianggap tidak sopan. Orang luar, khususnya laki laki, akan berada di luar tanean apabila dalam tanean tersebut tidak ada laki laki.
Baca juga: Kampung Pulo, Pemukiman Unik di Tengah Situ Cangkuang Garut