1001indonesia.net – Tak hanya Aceh yang terkenal dengan kerajinan kopiah rimannya. Kabupaten Bangka juga terkenal akan kerajinan tangan kopiah yang merupakan bagian dari pakaian adat Melayu. Namanya kopiah resam.
Kopiah atau songkok resam adalah peci atau penutup kepala kaum laki-laki. Orang Bangka biasanya mengenakan kopiah ketika shalat ataupun saat menghadiri berbagai acara, seperti peringatan budaya sepintu sedulang, rebo kasan, ataupun nganggung.
Sesuai namanya, kopiah resam dibuat dari tanaman resam atau paku andam (Dicranopteris linearis). Tanaman resam ini merupakan jenis tumbuhan paku yang biasanya tumbuh di daerah hutan atau di lembah perbukitan.
Ciri-ciri dari tumbuhan resam, yaitu memiliki daun yang menyirip dan berjajar dua, serta memiliki batang atau tangkai kecil yang bercabang-cabang.
Batang resam yang sudah tua biasanya berwarna cokelat atau coklat kehitaman. Terdapat serat lunak di dalam batangnya yang lentur sehingga mudah dibentuk. Serat itulah yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan songkok resam.
Baca juga: Tenun Serat Gamplong, Kerajinan Tenun Tradisional dari Serat Alami
Proses pembuatan
Pembuatan kopiah resam diawali dengan proses pengambilan bahan baku ke hutan. Serat resam kemudian dipisahkan dari batangnya. Serat tersebut kemudian diserut sesuai kebutuhan, baik serat halus maupun serat kasar.
Serat resam lalu direndam dalam air kurang lebih selama 3 (tiga) hari. Setelah direndam, bahan resam dikeringkan seperlunya. Setelah kering, serat dihaluskan menggunakan penarik dari tutup kaleng.
Kemudian dilanjutkan dengan penganyaman menggunakan jarum, dimulai dari bagian atas kepala, turun ke bagian samping (mengunakan pola/mal/pakan yg berbentuk lonjong/bundar).
Kopiah yang sudah selesai dianyam dilakukan penyamakan dengan getah pohon tertentu. Untuk hasil yang terbaik, penyamakan dilakukan berulang kali.
Waktu pengerjaan kopiah khas Bangka ini tergantung dari halus dan kasarnya produk yang diinginkan. Biasanya sekitar 1 minggu hingga 3 bulan.
Di Pulau Bangka, usaha kopiah resam menjadi salah satu kerajinan tangan yang dilakono masyarakat. Umumnya penutip kepala ini masih diproduksi dalam skala rumah tangga.
Baca juga: Noken, Tas Serbaguna Berbahan Serat Kayu dari Papua