1001indonesia.net – Menurut perkiraan, terdapat 4.000 jenis kayu dalam hutan tropis Indonesia. 400 jenis di antaranya dianggap berpeluang untuk memegang peranan penting. Dari 400 jenis tersebut, terdapat 259 jenis yang sudah dikenal dalam perdagangan dan dapat dikelompokkan menjadi 120 jenis kayu perdagangan. Salah satunya adalah kayu ulin.
Ulin (Eusideroxylon Zwageri T. et B.) atau disebut juga dengan “bulian” adalah pohon berkayu yang banyak dijumpai di hutan tropis Kalimantan dan Sumatera bagian selatan. Kayu ulin merupakan salah satu kayu yang memiliki kekuatan tinggi, tahan terhadap serangan rayap, serta mampu bertahan dalam berbagai kondisi alam dan cuaca.
Kayu ulin disebut juga sebagai kayu besi (ironwood) karena kayunya sangat keras dan berat. Kayu ulin banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti konstruksi rumah, jembatan, tiang listrik, bantalan, bangunan maritim, dan perkapalan. Saat ini, kayu ulin termasuk dalam salah satu jenis kayu perdagangan dunia yang langka dan dilindungi sehingga harganya sangat mahal.
Pohon ulin tumbuh pada dataran rendah, umumnya sampai pada ketinggian 500 meter dan jarang mencapai 625 meter di atas permukaan laut. Ulin tumbuh baik pada permukaan tanah datar maupun miring. Pohon ulin dapat tumbuh tersebar ataupun mengelompok dalam hutan campuran, tetapi sangat jarang dijumpai di daerah berawa-rawa.
Penyebaran pohon ulin terbatas hanya di kawasan hutan Sumatera bagian selatan dan timur, Bangka-Belitung, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil sekitarnya serta kepulauan Sulu dan Palawan, Filipina. Di Kalimantan, pohon ulin umumnya tumbuh di sepanjang aliran sungai dan sekitar perbukitan, membentuk tegakan murni hutan primer dan sekunder, terutama pada tanah-tanah berpasir dan dengan sistem pengairan yang baik.
Tinggi pohon ulin pada umumnya 30–35 meter dengan diameter antara 60–120 sentimeter, beberapa ada yang mencapai ketinggian 50 meter dengan diameter 200 meter. Batang pohon ulin biasanya tumbuh lurus dan berbanir sampai tinggi 4 meter.
Kulit luar ulin berwarna cokelat kemerah-merahan sampai cokelat tua atau cokelat-kelabu dengan tebal 2-9 sentimeter. Kayu teras ulin berwarna cokelat-kuning dan lambat laun menjadi cokelat kehitaman, sedangkan kayu gubalnya berwarna cokelat kekuningan dengan tebal 1-5 sentimeter, umumnya 3 sentimeter. Permukaan kayu licin dan mengilap.
Pohon ulin menghasilkan jenis kayu serat lurus dengan kualitas yang istimewa. Keawetan dan kekuatannya masuk dalam kelas 1 atau kelas dengan kualitas terbaik. Kayu ulin tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek batang, tahan terhadap perubahan kelembapan dan suhu, serta tahan pula terhadap air laut. Kayu ini sangat keras sehingga sukar dipaku dan digergaji, tetapi mudah dibelah. Dengan kata lain, kayu ulin memiliki kekuatan dan ketahanan yang sangat tinggi.
Karena itu, kayu ulin banyak diburu untuk bahan bangunan. Masyarakat Dayak di Kalimantan menggunakan kayu ulin sebagai pilihan utama untuk membangun rumah. Kayu ulin biasanya digunakan sebagai sirap dan penyangga rumah yang didirikan di atas daerah berawa karena sifatnya yang tidak mudah lapuk baik di dalam air maupun di daratan.
Selain itu, kayu ulin memiliki banyak manfaat, seperti untuk konstruksi berat, papan lantai, tiang listrik/telepon, jembatan, bantalan, pintu air, bangunan maritim, perkapalan, mebel, ukiran, dan lain-lain.
Karena kualitasnya sangat baik, pohon ulin begitu disukai oleh masyarakat. Kayu ulin menjadi salah satu jenis kayu paling berharga dalam perdagangan dunia. Kebutuhan akan kayu ulin sangat tinggi. Akibatnya, ulin terancam penebangan yang berlebihan untuk perdagangan komersial.
Langkanya pohon ulin juga disebabkan oleh kemerosotan lingkungan hutan, berkurangnya luas kawasan hutan, dan juga karena sifat tanaman ulin itu sendiri yang sulit berkembang biak serta lambat pertumbuhannya. Proses perkembangbiakan ulin secara alami umumnya kurang berjalan dengan baik. Perkecambahan biji ulin membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 6–12 bulan dengan persentase keberhasilan relatif rendah. Produksi buah tiap pohon umumnya juga sedikit.
Negara juga telah membuat regulasi untuk melindungi ulin dengan melarang para pemilik konsesi besar untuk menebang ulin. Hanya warga lokal yang diizinkan untuk menebang ulin dengan diameter di atas 60 sentimeter.
Sayangnya, dikarenakan kurangnya kontrol dan adanya permintaan yang tinggi, masih saja terjadi penebangan ulin dengan diameter di bawah yang diizinkan. Tampaknya diperlukan aturan dan pengawasan yang lebih ketat, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, untuk mencegah terjadinya penebangan liar sehingga keberadaan ulin terjaga.