Kain Tenun, Kekhasan Tradisi Nusantara

4539
kain tenun
Tenun Toraja menjadi salah satu dari banyak sekali kain tenun yang menjadi khas Nusantara. (Sumber: Flickr/Aris Daeng)

1001indonesia.net – Tradisi kain tenun merupakan tradisi khas Indonesia. Kain tenun menandai asal muasal dan sekaligus “lingua franca” dari ekosistem budaya tertentu. Dengan demikian, kain khas Indonesia ini bermakna bukan semata karena fisiknya, tetapi juga karena nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Di berbagai daerah, kain tenun menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam ritus kehidupan masyarakatnya.

Kain Tenun Ikat

Kain tenun ikat dapat dijumpai, termasuk di Tana Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Timor. Kain tenun ini dibuat dengan alat tenun tradisional, artinya tidak menggunakan mesin.

Kekhasan tenun ikat berada pada proses pembuatannya di mana penenunan motif menggunakan plastik dalam membentuk (dan menghindari) warna tertentu. Motif tenun ikat biasanya berupa garis lurus dan kotak-kotak.

Kain Songket

Merupakan bagian dari tradisi panjang melayu, kain ini melintasi berbagai kebudayaan di jazirah Sumatera, termasuk yang dijumpai di wilayah Minangkabau. Kata “songket” berparalel dengan “sungkit” dalam bahasa Melayu yang berarti “mengait”.

Hal ini menggambarkan pembuatan songket dengan cara mengaitkan sejumput kain dengan benang. Ada beberapa motif yang populer, misalnya Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, dan Barantai Merah.

Kain Tapis

Kain Tapis merupakan tenunan yang terdapat di daerah Lampung. Dengan tetap menggunakan alat tradisional, pembuatan kain ini mencerminkan imaji dan kepribadian pembuatnya.

Tradisi kain mengakar pada tradisi orang Lampung. Pembuatan berlangsung di rumah, dan selama berbulan-bulan—tidak heran imaji dan kepribadian pembuat merasuk ke karyanya. Watak sabar, teliti, indah dengan segera muncul dalam karya-karya yang indah.

Motif zigzag, hewan, bunga, berpadu dengan alur tenunan, sekaligus ditangkap sebagai ekspresi spiritual mengenai keselarasan hidup manusia dengan alamnya.

Kain Tenun Dayak

Dalam masyarakat Daya(k), kain tenun menjadi penanda kehidupan, dengan ekspresi keselarasan hidup dengan alam. Biasanya bercorak simetris, pembuatannya memerlukan ketelitian, kecermatan, dan kesabaran. Dengan menggunakan alat tradisional, pembuatan memakan waktu berbulan-bulan.

Tenun Sutra Bugis

Tentu saja, dengan bahan sutra, kain tenun ini menjadi karya yang mewah dan elegan. Dalam budaya Bugis, kain tenun ini melengkapi baju bodo, pakaian tradisional masyarakat Bugis.

Motif kotak-kotak menjadi wujud yang sering muncul, dan, di zaman dulu, menggambarkan status perkawinan seseorang. Kotak-kotak kecil berwarna cerah yang disebut Balo Renni biasanya dipakai oleh wanita yang belum menikah. Motif kotak-kotak besar  berwarna terang atau keemasan yang disebut Balo Lobang biasanya dipakai oleh laki-laki yang belum menikah.

Pusat-pusat pembuatan tenun sutra Bugis yang terkenal misalnya Mandar dan Sengkang, dengan pusat pemakaian dalam rangkaian adat di wilayah Bone.

Ulos (Sumatera Utara)

Perlambang yang sangat kaya muncul dalam ulos. Dengan dominasi warna merah, hitam dan putih, dan kombinasi benang warna emas atau perak, kita menemukan komunikasi simbol.

Beberapa jenis ulos yang dikenal misalnya ulos ragidup (ulos lambang kehidupan), ulos ragihotang (ulos untuk mengafani jenazah atau membungkus tulang belulang dalam upacara penguburan kedua kalinya, atau upacara mangokal holi), ulos sibolang (ulos penghormatan atau mabolang-bolangi terhadap pihak-pihak dalam pernikahan adat seperti terhadap orang tua pengantin perempuan dan ayah pengantin laki-laki).

Dalam kehidupan keseharian, ulos digunakan dalam peristiwa besar, dari kelahiran, pernikahan dan kematian. Dalam rentang itu, ulos adalah simbol kehangatan hidup. Terhadap ibu yang sedang mengandung, ulos ini diberikan persis untuk memunculkan simbol kehangatan hidup, disertai dengan upaya batin supaya bayi dan ibu selamat.

***

Dalam banyak simbol dan karya, kain tenun menjadi bahasa kehidupan, yaitu sebagai busana sehari-hari dalam melindungi tubuh, sebagai busana adat dan tarian, sebagai penghargaan dan penghormatan dalam perkawinan, sebagai penghargaan dan doa dalam upacara kematian, sebagai simbol dan upaya pengembalian keseimbangan sosial, sebagai lambang suku dan motif dalam wujud corak dan desain tertentu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

seventeen − 7 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.