Kain Lantung, Lambang Perjuangan Rakyat Bengkulu

698
Kain Lantung Bengkulu
Digunakan sebagai bahan pakaian pelindung selama masa penjajahan Jepang, kain lantung menjadi lambang perjuangan rakyat Bengkulu. (Foto: trippers.id)

1001indonesia.net – Kain lantung digunakan masyarakat Bengkulu sebagai bahan pakaian selama masa penjajahan Jepang. Kain ini dibuat ketika kehidupan masyarakat Bengkulu sedang sangat sulitnya sejak tahun 1943 di bawah pendudukan Jepang.

Pada masa penjajahan Jepang, keadaan rakyat Bengkulu sangat berat. Ekonomi terpuruk. Rakyat mendapat tekanan tekanan besar dari tentara Nippon. Begitu sulitnya kehidupan rakyat Bengkulu hingga mereka tidak sanggup membeli kain drill untuk pakaian.

Dengan kondisi tersebut, rakyat Bengkulu pun mencari cara untuk membuat pakaian sebagai pelindung tubuhnya. Mereka kemudian menemukan cara kreatif dengan menjadikan kulit kayu sebagai bahan kain. Ketika itu, kulit kayu masih sangat mudah didapatkan di wilayah Bengkulu yang memiliki wilayah hutan yang luas.

Dibuat dari kulit kayu

Kain lantung terbuat dari kulit pohon. Dipilih kulit dari pohon yang memiliki getah agar kain tidak mudah rusak, seperti pohon karet hutan, ibuh, maupun terap atau kedui. Agar mendapatkan kulit kayu yang berkualitas, usia pohon tersebut yang ditebang harus sekitar 10 tahun. Biasanya, satu pohon dapat menghasilkan 2-3 lembar kain lantung.

Pohon yang telah dipilih lalu ditebang, dipotong-potong, dan kulit bagian luarnya dikupas. Bagian yang digunakan untuk membuat kain adalah kulit bagian tengah yang lebih halus.

Agar kulit pohon tersebut layak dijadikan pakaian, maka harus dilakukan proses pelunakan. Untuk itu, kulit kayu dipukul-pukul menggunakan alat yang disebut perikai. Alat ini terbuat dari tanduk kerbau atau kayu keras.

Kulit kayu dipukul berulang-ulang hingga menjadi lebar, tipis, rata, dan lembut. Selanjutnya, kulit tersebut diangin-anginkan sekitar dua minggu hingga menghasilkan kain yang siap dijadikan pakaian.

Kain lantung digunakan sebagai bahan membuat baju dan celana. Untuk menyambung bagian-bagiannya, umumnya digunakan getah atau benang. Biasanya pakaian dari kain lantung digunakan sebagai pakaian luar, sedangkan pakaian dalam dari bahan kain drill.

Di masa kemerdekaan, kain dari kulit kayu ini tidak lagi digunakan sebagai bahan pakaian. Namun, karena besarnya nilai historis kain ini, masyarakat Bengkulu berupaya melestarikannya.

Saat ini, kain lantung dijadikan bahan cenderamata khas Bengkulu, misalnya tas, dompet, sandal, tempat tisu, topi, dan sebagainya. Pada 2015, kain lantung ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Kumpe, Kain Kulit Kayu Suku Kulawi di Sulawesi Tengah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

4 × five =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.