Kaharingan, Agama Asli Suku Dayak di Kalimantan

1741
Tiwah merupakan upacara pemakaman kedua dan menjadi akhir atau puncak rangkaian upacara kematian dalam kepercayaan Hindu Kaharingan.
Masyarakat Dayak Ngaju menggelar Tiwah sebagai upacara pemakaman kedua dan menjadi puncak rangkaian upacara kematian dalam kepercayaan Hindu Kaharingan. (Foto: www.indonesiawonder.com)

1001indonesia.net – Kaharingan merupakan agama asli suku Dayak di Kalimantan. Pemerintah memasukkan agama ini menjadi bagian dari agama Hindu sehingga dikenal sebagai agama Hindu-Kaharingan.

Agama ini sudah ada sebelum datangnya agama-agama yang resmi diakui oleh pemerintah Indonesia sehingga disebut sebagai Agama Helu atau agama tertua. Istilah Kaharingan diperkenalkan oleh Tjiik Riwut pada 1944 saat ia menjabat sebagai Residen Sampit. Istilah tersebut berasal dari kata haring yang artinya hidup.

Baca juga: Tjilik Riwut, Putra Dayak yang Menjadi Pahlawan Nasional

Pada 1945, nama Kaharingan diajukan kepada pemerintah militer Jepang sebagai nama agama Dayak. Pada 1950, dalam Kongres Kaharingan Dayak Indonesia, diputuskanlah kata tersebut secara resmi digunakan untuk menyebut agama Dayak.

Awalnya, agama ini dipeluk oleh semua Suku Dayak. Namun, jumlah penganutnya terus berkurang seiring masuknya agama lain, seperti Islam dan Kristen. Konflik politik pada 1966-1974 juga berakibat pada menurunnya penganut agama asli Suku Dayak ini.

Keadaan semakin sulit bagi mereka ketika pemerintah Orde Baru memandang agama asli sebagai aliran kepercayaan, sedangkan penganutnya diwajibkan untuk memeluk salah satu agama yang diakui secara resmi oleh negara.

Untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari pemerintah, salah satu kelompok kemudian menggabungkan agama asli suku Dayak ini ke dalam kelompok Hindu, menjadi Hindu-Kaharingan.

Setelah bergabung dengan Hindu, penganut Kaharingan mulai banyak lagi. Terbukti dengan banyaknya pemeluk Hindu Kaharingan yang bermukim di kota-kota besar di Kalimantan.

Ditambah lagi dengan berdiri Sekolah Tinggi Agama Kaharingan Tampung Penyang di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sekolah tersebut menjadi tempat untuk mempelajari secara mendalam agama asli Kalimantan ini.

Agama Kaharingan memiliki kitab suci yang bernama bernama Panaturan, sedangkan tempat ibadahnya bernama Balai Basarah. Dan, seperti agama-agama asli Nusantara lainnya, Kaharingan sangat akrab dengan alam.

Dalam pandangan mereka, alam sekitar harus dihormati karena menjadi tempat bersemayam roh leluhur. Alam menjadi sarana bagi mereka untuk berkomunikasi secara batin dengan para leluhur yang telah hidup di alam keabadian.

Sebab itu, alam harus dijaga dan dirawat. Mereka tak mau membuka hutan tanpa meminta izin kepada roh-roh yang ada di hutan. Karena mereka tak berani sembarang membabat pohon maka hutan tetap terjaga kelestariannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

12 + seven =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.