Hamzah Fansuri, Ulama Sufi yang Turut Mengembangkan Bahasa Melayu

4960

1001indonesia.net – Sejarah tasawuf di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari kisah dan kiprah Hamzah Fansuri. Tasawuf atau jalan spiritual Islam memiliki peran penting dalam alam pikir Nusantara.

Bahkan bisa dikatakan penyebaran Islam di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari ajaran tersebut. Salah satu alasan terpenting ajaran tasawuf lebih mudah diterima dan menjadi bagian dalam kehidupan beragama di Nusantara disebabkan sikap para pembawanya (kaum sufi) yang penuh kasih sayang dalam menyebarkan ajarannya.

Di sisi lain, wajah tasawuf yang dibawa kaum sufi mampu menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Kajian tentang tasawuf di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari bumi Serambi Mekah (Aceh). Pasalnya, wilayah tersebut merupakan pusat dalam transformasi Islam di Nusantara.

Pada mulanya kemunculan tasawuf di Aceh dibawa oleh ulama-ulama Timur Tengah yang melakukan perjalanan  dagang dari India dan Persia. Ajaran tersebut kemudian memberi pengaruh mendalam bagi masyarakat setempat. Bahkan melahirkan ulama-ulama sufi di wilayah setempat. Hamzah Fansuri adalah salah satu ulama sufi yang paling terkenal.

Dalam catatan Muhammad Naquib al-Attas, Hamzah Fansuri dilahirkan di Fansur kira-kira pada abad ke-16 M. Selain dikenal sebagai kota perdagangan kapur barus, Fansur dikenal pula sebagai kota pendidikan. Nama kota kelahiran inilah yang dijadikan nama belakangnya sehingga menjadi Hamzah Fansuri.

Hamzah Fansuri hidup di masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1588–1604) sampai awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607–1636).

Hamzah Fansuri dikenal dengan ajaran wujudiyah yang berkehendak menegaskan segala sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan ungkapan lain, setiap ciptaan Tuhan dapat memiliki kepribadian dan sampai pada Tuhan dengan berupaya menumbuhkan sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu diselaraskan antara kemauan, pikiran, dan perbuatan dengan kemauan Tuhan, sehingga segala gerak manusia adalah gerak Tuhan.

Selain berpengaruh di bidang tasawuf, Hamzah Fansuri pun memiliki pengaruh di bidang kesusastraan Melayu. Bisa dikatakan ia adalah orang pertama yang membuat syair-syair sufistik berbahasa Melayu di Nusantara. Usahanya membuat syair-syair berbahasa Melayu berhasil mengangkat derajat bahasa tersebut. Dari sekadar lingua franca (bahasa pergaulan) menjadi bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan modern.

Karena itu, tidak mengherankan jika sekitar abad ke-17, bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar di berbagai lembaga pendidikan Islam, bahkan digunakan pula oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai bahasa administrasi dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah mereka.

Dengan kata lain, Hamzah Fansuri menjadikan bahasa Melayu menjadi bahasa penting dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan persuratan. Keberadaannya mengungguli bahasa-bahasa lain di Nusantara, termasuk bahasa Jawa yang sebelumnya telah jauh berkembang. (Untuk mengetahui perkembangan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan dan akhirnya menjadi bahasa nasional bisa dilihat artikel Bahasa Indonesia…)

Pada saat bersamaan, Hamzah Fansuri berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu. Pengaruh itu masih dapat diamati jauh setelah ia tiada dan hingga saat ini—seperti dalam karya penyair pujangga baru dan sastrawan angkatan 70-an—berada dalam satu jalur estetik dengan Hamzah Fansuri.

Di samping itu, syair-syair yang dibuat Hamzah Fansuri dengan bahasa Melayu menunjukkan betapa besar jasanya dalam mencangkokkan Islam ke dalam bahasa Melayu. Islamisasi bahasa sama halnya seperti islamisasi pemikiran dan kebudayaan.

Kiprah Hamzah Fansuri dalam menyebarkan ajarannya menjadikan ia cukup terkenal dan berpengaruh di Nusantara. Salah satu yang membuat dirinya berjasa adalah keberaniannya dalam menulis karya-karya dan syair-syair sufistik dalam bahasa Melayu tepat ketika banyak umat Islam mempelajari ilmu-ilmu agama dengan merujuk kepada karya-karya berbahasa Arab.

Karya-karya Hamzah Fansuri yang berbahasa Melayu ibarat angin segar bagi umat Islam Nusantara dalam memperkaya khazanah di bidang agama. Meskipun ajarannya dianggap sesat oleh sebagian kalangan, namun pengaruhnya di dunia pemikiran Islam dan kesusastraan sufi tidak bisa dinafikan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

4 + 1 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.