Dulmuluk, Teater Rakyat Sumatera Selatan

2011
Dulmuluk
Pementasan teater rakyat Dulmuluk. (Foto: Ensiklopedia Palembang)

1001indonesia.net – Salah satu teater tradisional asli Indonesia yang masih bertahan hingga sekarang adalah Dulmunuk atau Dul Muluk. Seni pertunjukan tradisional dari Sumatera Selatan ini bermula dari pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari karya Raja Ali Haji bin Raja Achmad dari Pulau Penyengat, Riau.

Hadirnya teater rakyat Dulmuluk bermula pementasan teatrikal Syair Abdul Muluk karangan Raja Ali Haji yang selesai ditulis pada 1845. Raja Ali Haji adalah penulis karya sastra fenomenal Gurindam Dua Belas. Namun, versi lain menyebutkan bahwa sebenarnya yang menulis Syair Abdul Muluk adalah Saleha, sepupu Raja Haji Ali.

Seorang warga Palembang keturunan etnis Arab bernama Syech Ahmad Bakar atau sering dipanggil Wan Bakar yang pertama kali mencetuskan pementasan Dulmuluk. Pada 1854, Wan Bakar menggelar acara seni di depan rumahnya, salah satunya pembacaan syair petualangan berjudul Syair Abdul Muluk.

Agar pembacaan syair lebih menarik, Wan Bakar mengajak beberapa orang untuk memperagakan bait-bait syair dengan akting. Eksperimen teater ini juga ditambah dengan iringan musik gambus dan terbangan.

Warga yang menontonnya merasa terhibur dan antusias menonton pertunjukan yang digelar Wan Bakar. Karena hal tersebut teater Dulmuluk menjadi sering digelar dan dilestarikan hingga sekarang.

Wan Bakar sendiri adalah seorang pedagang. Ia sering melakukan perjalanan dagang ke luar negeri, seperti Malaysia dan Singapur. Ia pun sering menggelar pertunjukan teater Dulmuluk di negara yang ia singgahi.

Teater Dulmuluk memiliki keunikan dengan menggunakan bahasa syair dalam dialognya. Pada masa penjajahan Jepang di tahun 1942, seni pertunjukan ini semakin dikenal luas oleh masyarakat, terutama di Sumatera Selatan.

Seni rakyat itu kemudian berkembang menjadi teater tradisi yang dipentaskan di atas panggung. Grup teater kemudian bermunculan, membuat Dulmuluk tumbuh dan semakin digemari masyarakat.

Mirip pertunjukan Lenong Betawi, akting pemain Dulmunuk dilakukan secara spontan dan menghibur. Teater Dulmuluk memiliki keunikan yang membedakannya dengan bentuk teater tradisional lain, di antaranya:

  1. Dialognya berupa syair dan pantun. Kesenian ini memang berawal sebuah syair yang dipentaskan.
  2. Semua tokoh dimainkan oleh laki-laki, termasuk tokoh perempuannya.
  3. Terdiri dari rangkaian nyanyian dan tarian Beremas yang mengawali dan mengakhiri pertunjukan.
  4. Tarian dan nyanyian dilakukan sebagai bentuk pengungkapan isi hati, seperti sedih, senang ataupun marah;
  5. Hanya menceritakan dua syair yaitu, syair Abdul Muluk dan syair Zubaidah Siti.
  6. Menampilkan kuda Dulmuluk sebagai ciri khas tersendiri.

Para pemeran pertunjukan Dulmuluk dituntut kemampuannya untuk bernyanyi sesuai tokoh yang dibawakannya. Dalam setiap pementasan, ada enam orang pemain dan 4 orang pengiring musik, yang memperagakan aktingnya di depan para penonton.

Pesan moral yang ada dalam pertunjukan ini disampaikan melalui “hadam”, yaitu semacam syiar-syiar islam.

Dulmuluk sering ditampilkan dalam pesta pernikahan. Lama pertunjukan teater rakyat Dulmuluk biasanya semalam suntuk. Saat ini teater tradisional Dulmuluk dihidupkan kembali melalui pementasan di sekolah-sekolah, tetapi dengan waktu yang lebih pendek.

Pada 2013, teater Dulmuluk ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Nasional dari Provinsi Sumatera Selatan.

Baca juga: Lenong Betawi, Seni Teater Rakyat Asal Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

two × 4 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.