Dugderan Semarang, Karnaval Menyambut Bulan Ramadhan

3067
Dugderan Semarang
Warak Ngendok diarak dalam karnaval dugderan yang diselenggarakan masyarakat Semarang untuk menyambut bulan puasa. (Foto: ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

1001indonesia.net – Dugderan adalah sebuah karnaval yang menandai datangnya bulan puasa. Karnaval ini dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Dugderan berasal dari dugder yang diambil dari perpaduan bunyi bedug dugdug dan bunyi meriam derr.

Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum puncak acara, yaitu karnaval dugderan. Karnaval diikuti oleh pasukan merah-putih, drumband, pasukan pakaian adat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam, warak ngendok, dan berbagai kesenian yang ada di Kota Semarang.

Ciri khas tradisi ini adalah warak ngendok (artinya warak bertelur), sejenis binatang rekaan berkepala serupa naga, leher dan badan seperti buraq (binatang dalam Al Quran), serta kaki seperti kambing.

Warak Ngendok (Foto: hellosemarang.com)
Warak Ngendok (Foto: hellosemarang.com)

Meski hanya ada dalam mitos, warak ngendhog memiliki makna mendalam bagi mereka yang memulai ibadah puasa. Hewan dengan mulut menganga dan lidah menjulur ini menyimbolkan hawa nafsu yang harus sepenuhnya kekang terutama dalam bulan puasa.

Karena itu, warak ngendok kakinya dirantai sebagai simbol pengekangan terhadap hawa nafsu selama bulan puasa. Telurnya (endok) merupakan simbol pahala bagi yang telah berhasil menahan hawa nafsunya.

Visualisasi warak ngendok dibuat dalam berbagai bentuk dengan kertas warna–warni, tak lupa ditambah dengan telur di bagian bawah belakang tubuhnya. Warak ini kemudian diarak keliling dalam karnaval dugderan yang diikuti ribuan warga.

Tradisi dugderan telah dimulai sejak 1881 pada masa pemerintahan Bupati Semarang, Purbaningrat. Tradisi ini berawal dari keinginan pemerintah pada masa itu untuk menyatukan berbagai perbedaan pendapat penentuan dimulainya bulan Ramadhan.

Sebab itu, sebagai penanda dimulainya bulan Ramadan, Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat menggelar acara penabuhan bedug Masjid Agung dan membunyikan meriam di halaman kabupaten. Masing-masing dibunyikan tiga kali. Sebelum membunyikan bedug dan meriam tersebut, diadakan upacara di halaman Kabupaten

Tradisi dugderan sudah berusia ratusan tahun dan masih dilestarikan hingga sekarang. Saat ini, tradisi ini menjadi agenda rutin pemerintah Kota Semarang yang menarik minat banyak orang untuk menyaksikannya secara langsung.

Selain sebagai ajang melestarikan kebudayaan tradisional, karnaval tahunan ini dapat menjadi sarana untuk mempromosikan pariwisata Kota Semarang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

sixteen − twelve =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.