1001indonesia.net – Dewi Dja atau Miss Dja adalah seorang penari ulung Indonesia yang mendunia. Sebelumnya, ia adalah primadona di grup sandiwara Dardanella. Ia kemudian menetap dan berkarier di Amerika Serikat setelah Dardanella melakukan tur keliling dunia.
Meski menetap dan memiliki karier yang mapan di negeri Paman Sam, cintanya pada tanah air Indonesia tidak luntur sedikit pun. Ia menemui Sutan Sjahrir yang memimpin delegasi Indonesia ke PBB untuk mendapatkan pengakuan internasional atas Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Pada kesempatan itu, Sjahrir menyebutnya sebagai duta kebudayaan Indonesia karena kiprahnya mengenalkan kesenian Indonesia di dunia internasional.
Dewi Dja bernama panggung Miss Dja. Lahir pada 1 Agustus 1914 di Sentul, Yogyakarta, dengan nama Misria. Karena waktu kecil sering sakit-sakitan, atas saran seorang dukun, namanya diganti menjadi Soetidjah. Nama Dewi didapatnya dari Susuhunan Keraton Surakarta, saat ia tampil di Keraton Surakarta.
Dunia kesenian sudah dikenal Dewi Dja sejak kecil. Ia ikut mengamen bersama kakeknya, seorang pemain gendang keliling yang bernama Sutiran. Atas bantuan seorang Arab, Sutiran kemudian membentuk kelompok stambul yang bernama Stambul Pak Adi. Dalam stambul inilah bakat Dewi Dja terasah hingga ia dapat menguasai berbagai macam tarian dan tembang yang mengiringinya.
Opera Dardanella
Pada suatu kali, Stambul Pak Adi mengadakan pertunjukan di daerah yang sama dengan grup terkenal Opera Dardanella, di Rogojampi, Banyuwangi. Momen inilah yang mempertemukan Dewi Dja dengan Opera Dardanella.
Dardanella adalah kelompok sandiwara yang melakukan pertunjukan keliling dari satu kota ke kota lain. Kelahiran kelompok kesenian ini didorong oleh menguatnya kebudayaan Indies di Hindia Belanda yang menuntut adanya produk hiburan bergaya Eropa. Kelompok Dardanella dibentuk pada 22 Juni 1926 oleh Willy Klimanoff alias A. Piedro, seorang Rusia kelahiran Penang. Grup kesenian pertunjukan ini menjadi pelopor sandiwara modern di Nusantara.
Saat Stambul Pak Adi mengadakan pertunjukan di Rogojampi, Piedro datang untuk menyaksikannya. Dalam pertunjukan itu, Dewi Dja yang saat itu masih bernama Soetidjah tampil sebagai selingan pertunjukan dengan menyanyikan Kopi Susu, sebuah lagu yang sedang populer saat itu.
Klimanov tertarik dengan bakat dan kepribadian yang dimiliki Soetidjah yang saat itu baru berumur 14 tahun. Lewat bantuan Camat Rogojampi, Klimanov melamar Soetidjah. Meskipun keluarganya keberatan atas pinangan itu, Soetidjah menerimanya. Mereka menikah secara Katolik. Meski demikian, sepanjang hidupnya, ia tetap mengaku sebagai muslim. Soetidjah kemudian menjadi bagian dari Opera Dardanella. Ia mendapat nama panggung Miss Dja.
Di Dardanella, Miss Dja menjadi primadona. Ia mendapat julukan Bintang dari Timur (Star from the East). Tak hanya cantik dan pandai berakting, kostum yang dikenakannya pun menarik perhatian dan menjadi tren berpakaian baru oleh wanita-wanita di zamannya. Bersama Dewi Dja dan beberapa bintang lainnya, Dardanella mencapai puncak keemasannya.
Dardanella kemudian memulai pertunjukan keliling dunia, bermula di Singapura pada 1931. Mereka menjadi kelompok kesenian Indonesia pertama yang melakukan pertunjukan di luar negeri. Saat itu, Dewi Dja baru berusia 17 tahun.
Untuk mengatasi kendala bahasa, saat tampil di luar negeri, Dardanella mengandalkan tarian dan bahasa tubuh sehingga bisa dipahami oleh penonton asing. Nama Dardanella pun berganti menjadi The Royal Bali Java Dance.
Dari Singapura, grup ini beranjak ke Hong Kong, Tiongkok, dan India. Di India, Dardanella tampil di beberapa kota, seperti New Delhi, Bombay, Madras, dan Kalkuta. Saat tampil di New Delhi, Dewi Dja memperlihatkan kemampuannya di hadapan dua tokoh besar India, Mahatma Gandhi dan Rabindranath Tagore. Di Rangoon, pada waktu yang lain (11 Mei 1937), ia mendapatkan pujian dari Jawaharlal Nehru.
Grup ini kemudian mengadakan pertunjukan ke berbagai kota lainnya di dunia, baik di benua Asia, Eropa, dan Amerika. Di Prancis, Dewi Dja mendapat pujian dari Maurice Chevalier, aktor dan penyanyi Prancis yang populer saat itu.
Amerika Serikat
Saat di Amerika, terjadi perselisihan yang membuat Dewi Dja meninggalkan Dardanella dan memilih untuk menetap di sana. Peristiwa ini justru memberi kesempatan luas untuknya untuk aktif di dunia film Amerika (Hollywood) dan nantinya turut andil dalam perjuangan bangsa pasca Indonesia merdeka.
Di Amerika, Dewi Dja melakoni berbagai pekerjaan seni. Ia mengajar tari di American Ballet School, lalu Paramount Picture. Banyak sekolah tari yang menginginkannya untuk menjadi pengajar karena kecantikannya dan nama besarnya. Ia juga menjadi koreografer di beberapa film.
Kiprahnya juga merambah dunia televisi ketika ia secara berkala mengisi acara tarian asal Indonesia di salah satu stasiun televisi lokal. Ia sempat pula bermain film sebagai pemeran pembantu dalam The Moon Sixpence yang disutradarai sahabatnya, Albert Lewin.
Dewi Dja banyak bersahabat dengan para pesohor Hollywood era 1950-an, seperti Greta Garbo, Carry Cooper, Bob Hope, Dorothy Lamour, dan Bing Crosby. Teman-temannya inilah yang banyak membantu karier Dewi Dja.
Cinta tanah Air
Tinggal lama di luar Indonesia dan menjadi orang terkenal tidak membuat Dewi Dja melupakan tanah airnya. Meski telah berkewarganegaraan Amerika, rasa keindonesiaan yang dimilikinya tetap kental. Secara aktif, ia mengenalkan budaya dan makanan khas Indonesia pada masyarakat Amerika.
Dewi Dja pernah menemui Sutan Sjahrir yang memimpin delegasi Indonesia ke PBB untuk memperoleh pengakuan internasional atas Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaannya.
Dewi Dja juga duduk sejajar dengan Sjahrir dan H. Agus Salim saat mereka berdialog dengan kaum terpelajar Amerika. Perasaan telah memiliki negara yang merdeka dan ikut ambil bagian dalam perjuangan mendapatkan pengakuan atas kedaulatan Indonesia membuatnya terharu. Di dalam hati, ia merasa bangga karena tokoh-tokoh Indonesia kala itu mengenal dan mengakui dirinya.
Kecintaan Dewi Dja pada Indonesia sangat besar. Bersama The Indonesian Association di San Francisco, ia pernah mengadakan pertunjukan kesenian Indonesia. Pendapatan dari pertunjukan itu ia sumbangkan untuk Indonesia.
Dewi Dja meninggal di Los Angeles pada 19 Januari 1989, dan di makamkan di Hollywood Hills.
*) Diolah dari berbagai sumber.