Candi Tikus, Petirtaan dan Tempat Pemujaan Peninggalan Majapahit

1426
Candi Tikus
Candi Tikus yang bentuknya seperti sebuah petirtaan ini diduga kuat merupakan tempat pemandian raja-raja Majapahit sekaligus sebagai tempat upacara. (Foto: Wikipedia)

1001indonesia.net – Candi Tikus merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Bangunan bersejarah ini terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Lokasinya sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto.

Dari perempatan Trowulan di jalan raya Mojokerto-Jombang, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.

Setelah lama terkubur dalam tanah, Candi Tikus ditemukan kembali pada 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan dari Bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat.

Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama “Tikus” untuk candi ini berasal dari masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat di mana candi tersebut berada merupakan sarang tikus.

Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa candi ini dibangun. Akan tetapi, dengan adanya miniatur menara, diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M. Miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.

Merujuk pada Kitab Nagarakrtagama, diduga kuat candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit dan pernah dikunjungi oleh Prabu Hayam Muruk. Dalam kitab tersebut disebutkan adanya tempat yang digunakan untuk mandi dan upacara.

Bentuk Candi Tikus kemungkinan merupakan tempat yang dimaksud karena bentuknya yang mirip sebuah petirtaan. Selain itu, menara candi yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat upacara pemujaan.

Baca juga: Nagarakretagama, Rekaman Kerajaan Majapahit pada Masa Puncaknya

Namun, sebagian pakar ada yang berpendapat bahwa bangunan tersebut merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan.

Hampir seluruh bangunan candi yang berbentuk persegi empat dengan ukuran 29,5 x 28,25 meter ini terbuat dari batu bata merah. Letak candi lebih rendah sekitar 3,5 m dari permukaan tanah sekitarnya.

Di permukaan paling atas terdapat selasar selebar sekitar 75 cm yang mengelilingi bangunan. Di sisi dalam, turun sekitar 1 meter, terdapat selasar yang lebih lebar mengelilingi tepi kolam.

Pintu masuk ke candi terdapat di sisi utara, berupa tangga selebar 3,5 meter menuju ke dasar kolam. Di kiri dan kanan kaki tangga terdapat kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 x 2 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Pada dinding luar masing-masing kolam berjajar tiga buah pancuran berbentuk padma (teratai) yang terbuat dari batu andesit.

Tepat menghadap ke anak tangga, agak masuk ke sisi selatan, terdapat sebuah bangunan persegi empat dengan ukuran 7,65 x 7,65 meter. Di atas bangunan ini terdapat sebuah ‘menara’ setinggi sekitar 2 meter dengan atap berbentuk meru dengan puncak datar. Menara yang terletak di tengah bangunan ini dikelilingi oleh 8 menara sejenis yang berukuran lebih kecil. Di sekeliling dinding kaki bangunan berjajar 17 pancuran berbentuk bunga teratai dan makara.

Salah satu hal yang menarik dari candi ini ialah penggunaan dua jenis batu bata dengan ukuran yang berbeda dalam pembangunan candi ini. Kaki candi terdiri atas susunan bata merah berukuran besar yang ditutup dengan susunan bata merah yang berukuran lebih kecil. Selain kaki bangunan, pancuran air yang terdapat di candi ini pun ada dua jenis, yang terbuat dari bata dan yang terbuat dari batu andesit.

Perbedaan bahan bangunan yang digunakan tersebut menimbulkan dugaan bahwa Candi Tikus dibangun setidaknya dalam dua tahap. Dalam pembangunan kaki candi tahap pertama digunakan batu bata merah berukuran besar, sedangkan dalam tahap kedua digunakan bata merah berukuran lebih kecil. Dengan kata lain, bata merah yang berukuran lebih besar usianya lebih tua dibandingkan dengan usia yang lebih kecil.

Pancuran air yang terbuat dari bata merah diperkirakan dibuat pada tahap pertama, karena bentuknya yang masih kaku. Pancuran dari batu andesit yang lebih halus pahatannya diperkirakan dibuat pada tahap kedua. Meski demikian, tidak diketahui secara pasti kapan kedua tahap pembangunan tersebut dilakukan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four × five =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.