Candi Sari, Biara Buddha Peninggalan Mataram Kuna di Yogyakarta

908
Candi Sari
Foto: brilio.net

1001indonesia.net – Candi Sari terletak di Desa Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasinya sekitar 10 kilometer dari pusat Yogyakarta, dan hanya sekitar 150 meter di sebelah timur laut Candi Kalasan Kalasan.

Candi ini juga disebut Candi Bendan, sesuai dengan nama desa tempatnya berada. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-8 M, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dan bersamaan dengan masa pembangunan Candi Kalasan.

Kedua candi tersebut memang memiliki banyak kemiripan, baik dari segi arsitektur maupun reliefnya. Keterkaitan kedua candi ini diterangkan dalam Prasasti Kalasan (778 M).

Dalam prasasti tersebut diterangkan bahwa para penasihat keagamaan Wangsa Syailendra menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana atau Rakai Panangkaran mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha.

Untuk pemujaan Dewi Tara dibangunlah Candi Kalasan, sedangkan untuk asrama pendeta Buddha dibangunlah Candi Sari. Fungsinya sebagai asrama atau tempat tinggal terlihat dari bentuk keseluruhan dan bagian-bagian bangunan dan dari bagian dalamnya. Bahwa candi ini merupakan bangunan agama Buddha terlihat dari stupa yang terdapat di puncaknya.

Baca juga: Candi Kalasan, Simbol Kerukunan Umat Beragama di Masa Lampau

Candi Sari ditemukan kembali pada 1840 dalam keadaan rusak berat. Pemugaran pertama dilaksanakan antara tahun 1929 sampai 1930. Namun, pemugaran tersebut belum berhasil mengembalikan keutuhan bangunan aslinya karena banyaknya bagian candi yang hilang.

Selain itu, ketika pertama kali ditemukan, terdapat bagian-bagian bangunan yang sudah rusak termakan usia, terutama yang bukan terbuat dari batu.

Diperkirakan Candi Sari yang sekarang merupakan sebagian saja dari kumpulan candi yang telah hilang. Diduga dahulu terdapat pagar batu yang mengelilingi candi. Pintu masuk candi dijaga oleh sepasang Arca Dwarapala yang memegang gada dan ular, seperti yang terdapat di depan Candi Plaosan.

Candi Sari berbentuk persegi panjang, dengan ukuran 17,30 x 10 m. Konon denah dasar aslinya lebih panjang dan lebih lebar, karena kaki yang asli menjorok keluar sekitar 1,60 m. Pada tiap sisi tubuh candi terdapat jendela.

Tinggi keseluruhan candi dari permukaan tanah sampai puncak stupa adalah 17-18 meter. Gerbang candi, yang lebarnya kira-kira sepertiga lebar dinding depan dan tingginya separuh dari tinggi dinding candi, sudah tak ada lagi. Yang tersisa hanya bekas tempat bertemunya dinding pintu gerbang dengan dinding depan.

Diperkirakan Candi Sari merupakan bangunan bertingkat dua atau bahkan tiga. Lantai atas dulunya digunakan untuk menyimpan barang-barang untuk kepentingan keagamaan, sedangkan lantai bawah dipergunakan untuk kegiatan keagamaan, seperti belajar-mengajar dan berdiskusi.

Tembok candi ini juga dilapisi dengan vajralepa (brajalepa) yang juga didapati di dinding-dinding Candi Kalasan. Lapisan Vajralepa, yang berfungsi memberikan warna cerah dan mengawetkan batu.

Dari luar telah terlihat bahwa tubuh candi terbagi menjadi dua tingkat, yaitu dengan adanya dinding yang menonjol melintang seperti “sabuk” mengelilingi bagian tengah tubuh candi. Pembagian tersebut diperjelas dengan adanya tiang-tiang rata di sepanjang dinding tingkat bawah dan relung-relung bertiang di sepanjang dinding tingkat atas.

Relung-relung di sepanjang dinding luar candi, baik di tingkat bawah maupun atas, saat ini dalam keadaan kosong. Diperkirakan, relung-relung tersebut tadinya dihiasi dengan arca-arca Buddha.

Dinding luar tubuh dipenuhi pahatan arca dan hiasan lain yang sangat indah. Ambang pintu dan jendela masing-masing diapit oleh sepasang arca lelaki dan wanita dalam posisi berdiri memegang teratai. Jumlah arca secara keseluruhan adalah 36 buah, terdiri dari 8 arca di dinding depan (timur), 8 arca di dinding utara, 8 di dinding selatan, dan 12 di dinding barat (belakang). Ukuran arca-arca itu sama dengan ukuran tubuh manusia pada umumnya.

Pada bagian lain dinding dipenuhi dengan pahatan berbagai bentuk, seperti Kinara Kinari (manusia burung), suluran, dan kumuda (daun dan bunga yang menjulur keluar dari sebuah jambangan bulat). Di atas ambang jendela dan relung-relung dihiasi dengan Kalamakara tanpa rahang bawah dalam bentuk yang sangat dekoratif dan jauh dari kesan seram.

Tangga naik ke permukaan kaki candi telah hancur. Di sisi tangga terdapat sebuah umpak batu. Tidak jelas apakah umpak batu itu memang berada di tempatnya semula, namun tampaknya bagian bawah umpak tadinya terbenam dalam tanah.

Pintu masuk berada di tengah sisi yang panjang di sebelah timur. Aslinya, ambang pintu di dinding candi tersebut terletak dalam bilik penampil yang menjorok keluar. Saat ini bilik penampil tersebut sudah tidak bersisa, sehingga pintu masuk ke ruang dalam candi dapat langsung terlihat. Hiasan di bingkai dan Kalamakara di atas ambang pintu sangat sederhana, karena hiasan yang indah terletak di dinding luar bilik pintu.

Di dalam candi terdapat tiga ruangan berjajar yang masing-masing berukuran 3,48 m x 5,80 m. Kamar tengah dan kedua kamar lainnya dihubungkan oleh pintu dan jendela. Bilik-bilik ini aslinya dibangun sebagai bilik bertingkat. Tinggi dindingnya dibagi dua dengan lantai kayu yang disangga oleh empat belas balok kayu yang melintang, sehingga dalam candi ini seluruhnya terdapat 6 ruangan.

Dinding bagian dalam kamar polos tanpa hiasan. Pada dinding belakang masing-masing kamar terdapat semacam rak yang letaknya agak tinggi yang dahulu dipergunakan sebagai tempat upacara agama dan menempatkan arca. Di lantai bawah terdapat beberapa tatakan arca dan relung bekas tempat meletakkan arca. Tak satupun dari arca-arca tersebut yang masih tersisa saat ini. Pada dinding kamar utara dan kamar selatan terdapat relung untuk menempatkan penerangan.

Lantai dan bagian bangunan yang terbuat dari kayu sekarang sudah tidak ada, tetapi pada dinding masih terlihat lubang-lubang bekas tempat menancapkan balok penyangga. Di dinding bilik yang paling selatan didapati batu-batu yang dipahat menyerong, yang berfungsi sebagai penyangga ujung tangga yang terbuat dari kayu.

Atap candi berbentuk persegi datar dengan hiasan 3 buah relung di masing-masing sisi. Bingkai relung juga dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan di atas ambang relung juga dihiasi dengan Kalamakara. Puncak candi berupa deretan stupa, yang terdiri atas sebuah stupa di setiap sudut dan sebuah di pertengahan sisi atap.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 × three =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.