1001indonesia.net – Candi Jawi terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candiwates, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, sekitar 31 kilometer dari kota Pasuruan. Bangunan candi yang dibangun pada abad ke-13 ini telah mengalami pemugaran hingga bentuknya sekarang tampak utuh.
Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya tahun 1938-1941 oleh pemerintah Hindia Belanda karena kondisinya sudah runtuh. Akan tetapi, pemugaran tidak dapat dituntaskan karena banyak batu candi yang hilang. Pemugaran kembali dilakukan pada 1975-1980. Candi ini kemudian diresmikan pada 1982.
Di antara ratusan candi yang telah ditemukan, Candi Jawi merupakan candi yang diketahui namanya. Dalam kitab Nagarakretagama karangan Mpu Prapanca, candi ini disebut Jawajawa atau Jajawi. Dari Jajawi, nama tersebut kemudian berubah menjadi Jawi. Belum diketahui, sejak kapan nama Jajawi berubah menjadi Jawi.
Dalam Kitab Nagarakretagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk tempat beribadah bagi umat beragama Syiwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah seorang penganut ajaran Syiwa-Buddha.
Disebutkan bahwa di candi ini terdapat arca Durga, Nandi, Ganesha, dan Brahma. Ini menunjukkan bahwa Candi Jawi bersifat Syiwaistis atau berdasarkan kepercayaan Syiwa.
Namun, pada bagian atas candi yang berbentuk stupa menunjukkan candi ini juga berlatar Buddha.
Seni arsitektur Candi Jawi menunjukkan persatuan yang harmonis kepercayaan Syiwa-Buddha.
Selain sebagai tempat ibadah, Candi Jawi juga merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Raja Kertanegara. Yang agak mengherankan adalah letak Candi Jawi cukup jauh dari pusat Kerajaan Singasari. Diduga hal itu disebabkan karena rakyat di daerah ini sangat setia kepada raja dan banyak yang menganut ajaran Syiwa-Buddha.
Dugaan tersebut didasarkan pada kenyataan, ketika kerajaan Singasari diserang oleh Raja Jayakatwang dari Gelang-gelang (daerah Kediri), Raden Wijaya yang merupakan menantu Raja Kertanegara, sempat bersembunyi di daerah ini. Raden Wijaya kemudian mengungsi ke Madura.
Candi Jawi menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 meter persegi. Areanya dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai.
Candi ini memiliki tinggi sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m. Bentuknya tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah. Bentuk atapnya merupakan paduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya.
Posisi Candi Jawi menghadap ke timur, membelakangi Gunung Pananggungan. Sebagian ahli purnakala menduga candi ini bukan tempat pemujaan karena umumnya candi untuk peribadatan menghadap ke arah gunung, tempat bersemayam kepada Dewa.
Namun, sebagian ahli lain tetap meyakini bahwa Candi Jawi berfungsi sebagai tempat pemujaan. Posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung dianggap sebagai akibat pengaruh ajaran Buddha.
Material bangunan Candi Jawi terdiri dari dua jenis. Dari kaki sampai selasar candi dibangun menggunakan batu berwarna gelap, tubuh candi menggunakan batu putih, sedangkan atap candi menggunakan campuran batu berwarna gelap dan putih.
Diduga candi ini dibangun dalam dua masa pembangunan. Kitab Nagarakretagama menyebutkan bahwa pada tahun 1253 Saka, Candi Jawi disambar petir. Dalam kejadian itu arca Maha Aksobaya menghilang. Hilangnya arca tersebut sempat membuat sedih Raja Hayam Wuruk ketika baginda mengunjungi Candi Jawi.
Setahun setelah disambar petir, Candi Jawi dibangun kembali. Pada masa inilah diperkirakan mulai digunakan batu putih sebagai material candi. Penggunaan batu putih tersebut juga mengundang pertanyaan, karena yang terdapat di kawasan Gunung Welirang kebanyakan adalah batu berwarna gelap. Kemungkinan batu-batu tersebut didatangkan dari pesisir utara Jawa atau Madura.
Kaki candi berdiri di atas batur (kaki candi) setinggi sekitar 2 meter dengan pahatan relief yang memuat kisah tentang seorang pertapa wanita. Tangga naik yang tidak terlalu lebar terdapat tepat di hadapan pintu masuk ke garba grha (ruang dalam tubuh candi).
Pahatan yang rumit memenuhi pipi kiri dan kanan tangga menuju selasar. Sedangkan pipi tangga dari selasar menuju ke lantai candi dihiasi sepasang arca binatang bertelinga panjang. Di sekeliling tubuh candi terdapat selasar yang cukup lebar.
Bingkai pintu candi polos tanpa pahatan, tetapi di atas ambang pintu terdapat pahatan kalamakara, lengkap dengan sepasang taring, rahang bawah, serta hiasan di rambutnya, memenuhi ruang antara puncak pintu dan dasar atap. Di kiri dan pintu terdapat relung kecil tempat meletakkan arca. Di atas ambang masing-masing relung terdapat pahatan kepala makhluk bertaring dan bertanduk.
Ruangan dalam tubuh candi saat ini dalam keadaan kosong. Kemungkinan besar semula terdapat arca di dalamnya. Nagarakretagama menyebutkan bahwa di dalam bilik candi terdapat arca Syiwa dengan Aksobaya di mahkotanya.
Selain itu, disebutkan juga adanya sejumlah arca dewa-dewa dalam kepercayaan Syiwa, seperti arca Mahakala dan Nandiswara, Durga, Ganesha, Nandi, dan Brahma. Tak satu pun dari arca-arca tersebut yang masih berada di tempatnya. Konon arca Durga kini disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya.
Dinding luar tubuh candi dihiasi dengan relief yang sampai saat masih belum ada yang berhasil membacanya. Mungkin karena pahatannya yang terlalu tipis. Mungkin juga karena kurangnya informasi pendukung, seperti dari prasasti atau naskah. Kitab Nagarakretagama yang menceritakan candi ini secara cukup rinci pun sama sekali tidak menyinggung soal relief tersebut.
Antara pelataran belakang candi yang cukup luas dan tertata rapi dengan perkampungan penduduk dibatasi oleh sebuah sungai kecil. Di sudut selatan pelataran terdapat reruntuhan bangunan yang terbuat dari bata merah. Sepertinya bangunan tersebut tadinya adalah sebuah gapura, tetapi tidak ada keterangan yang bisa didapat mengenai bentuk dan fungsinya semula.
Berlokasi di jalan yang menghubungkan Pandaan dan Prigen, Candi Jawi menjadi salah satu destinasi wisata sejarah di Pasuruan yang kerap dikunjungi wisatawan. Lokasinya mudah diakses. Selain itu, bangunannya megah dengan latar belakang pegunungan yang indah membuat candi ini sayang untuk dilewatkan bagi siapa saja yang kebetulan berkunjung ke Pasuruan.
Baca: Nagarakretagama, Rekaman Kerajaan Majapahit pada Masa Puncaknya