Candi Cangkuang, Peninggalan Hindu di Kabupaten Garut

1719
Candi Cangkuang
Lokasi Candi Cangkuang dikelilingi keindahan alam Garut yang asri dan udaranya sejuk. (Foto: Pesona Indonesia)

1001indonesia.net – Candi Cangkuang terletak di Kampung Pulo, sebuah pulau di tengah-tengah Situ Cangkuang yang dinamai Pulau Panjang atau Pulau Gede. Dinamakan Pulau Panjang karena bentuknya yang memanjang ke arah barat-timur seluas 16,5 hektare.

Penemuan candi ini diawali oleh berita adanya penemuan arca batu dan sisa-sisa runtuhan candi di Kampung Pulo, Garut. Temuan tersebut lalu dilaporkan kepada LPPN di Jakarta. LPPN kemudian menindaklanjuti laporan itu dengan mengadakan penelusuran dokumentasi dan survei ke lapangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan LPPN, diketahui sebenarnya temuan tersebut telah dilaporkan sejak dekade terakhir abad ke-19. Mulai tahun 1966, temuan arca dan batu-batu sisa reruntuhan candi yang tersebar di beberapa tempat di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, tersebut dikumpulkan kembali dan diteliti oleh LPPN.

Setelah diadakan penelitian beberapa waktu lamanya dan diperbandingkan dengan candi-candi dari masa awal percandian di Jawa Tengah, baik dari sudut bentuk, gaya seni bangunannya, maupun ragam hiasannya, diperoleh rekonstruksi di atas kertas mengenai perkiraan bentuk utuhnya.

Mulai tahun 1974, runtuhan Candi Cangkuang tersebut dipugar kembali. Pemugaran selesai pada 1976. Candi ini kemudian diresmikan pada 1978.

Dilihat dari teknik penyusunan batunya, candi tersebut tergolong candi tua. Bentuknya sederhana dengan bujur sangkar. Bangunannya terdiri atas lapik bujur sangkar. Pada kaki dan badan bangunan terdapat hiasan berupa pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit rata (persegi), serta hiasan berupa tiang semu (plaster).

Candi ini menghadap ke arah timur dengan pintu masuk yang berpenampil menjorok ke depan. Pintu depannya diberi hiasan kala-makara. Tangga naiknya terdiri atas enam undak-undakan yang pada sisi kiri dan kanannya dibatasi dengan pipi tangga.

Di bagian badannya terdapat ruangan. Atap bagian dalam berbentuk kerucut. Bagian atap terdiri atas dua tingkatan. Di sisi-sisinya terdapat hiasan kemuncak berjumlah delapan buah.

Berdasarkan penelaahan melalui perbandingan gaya seni bangunan dan seni hiasnya, candi ini memiliki banyak kesamaan dengan candi-candi di Jawa Tengah dari masa awal, seperti candi-candi di Kompleks Candi Dieng dan Kompleks Candi Gedongsongo. Berdasarkan hal tersebut, Candi Cangkuang diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-7 dan ke-8.

Baca juga: Candi Gedong Songo, Situs Hindu di Kabupaten Semarang

Arca Siwa yang keadaannya sudah tidak utuh lagi ditemukan pada reruntuhan candi ditempatkan di dalam bilik Candi Cangkuang. Arca ini digambarkan duduk bersila di atas padmasana ganda, dalam sikap kaki kiri ditekuk mendatar dengan telapak kaki mengerah ke kaki kanan, sedangkan kaki kanan menjulur ke bawah dengan telapak kaki terletak pada lapik.

Tangan di atas paha dengan posisi mengarah ke atas. Sebuah hiasan melingkari perut di atas pusar. Terdapat hiasan lain di dada dan telinga. Rambutnya digambarkan ikal terjurai di bahu kiri dan kanan. Di bagian depan kaki kiri terdapat kepala Nandi dengan kedua telinganya mengarah ke depan.

Berdasarkan temuan arca Siwa dan Nandi tersebut, Candi Cangkuang berlatarkan agama Hindu.

Di tengah situ

Kompleks wisata Candi Cangkuang terletak di tengah Situ Cangkuang. Lokasinya dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yaitu Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi dan Gunung Guntur. Tak heran jika pemandangan alam di sekitarnya sangat indah.

Secara administratif, Candi Cangkuang berada di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Jaraknya sekitar 18 kilometer dari pusat kota Garut.

Untuk menuju lokasi candi, harus menggunakan jasa penyeberangan rakit yang bisa memuat banyak penumpang. Selain melihat candi bersejarah dan menikmati keindahan alamnya, wisatawan juga bisa berkunjung ke Kampung Adat Pulo yang terletak di pinggir Candi Cangkuang.

Situ Cangkuang
Situ Cangkuang (Foto: pergidulu.com)

Kampung Pulo merupakan sebuah kampung kecil, terdiri dari enam buah rumah dan enam kepala keluarga. Sudah menjadi ketentuan adat bahwa jumlah rumah dan kepala keluarga harus enam orang, tak boleh lebih atau kurang. Susunan rumahnya juga diatur, tiga rumah di sebelah kiri dan tiga rumah disebelah kanan, saling berhadapan ditambah satu masjid sebagai tempat ibadah.

Islam dan Hindu

Candi Cangkuang ini menjadi tempat peziarahan umat Hindu dan Islam. Sebab, di lokasi cagar budaya ini terdapat makam Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. Ia adalah penyebar agama Islam pertama di wilayah itu.

Konon, Embah Dalem Arief Muhammad merupakan panglima perang Kerajaan Mataram yang ditugaskan oleh Sultan Agung untuk menyerang VOC di Batavia. Namun, karena kalah dan takut mendapatkan sanksi apabila pulang ke Mataram, Embah Dalem Arief Muhammad memutuskan untuk bersembunyi di Cangkuang.

Keberadaan candi Hindu dan makam Muslim yang bersebelahan itu juga menggambarkan keharmonisan umat beragama penduduk setempat.

Candi Cangkuang
Makam Embah Dalem Arief Muhammad di Situs Candi Cangkuang. (Foto: javaloka.com)

Baca juga: Eratnya Hubungan Umat Hindu dan Muslim di Pulau Bali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nine − 6 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.