Bahasa Indonesia, Bahasa Persatuan Indonesia

2836

1001indonesia.net – Bahasa Indonesia mempunyai posisi unik dalam evolusi kebangsaan Indonesia. Masuk dalam rumpun Melayu, bahasa Indonesia digolongkan dalam Melayu-Polynesia, dalam pertalian Hesperonesia (bersama Sulawesi, Filipina, Borneo, Madagaskar, Vietnam Selatan, Malaya, Sumatera, Jawa, Bali). Ini semua masuk dalam pertalian bahasa Austronesia.

Bahasa ini pertama-tama berkembang dalam dua arus besar, dua arus yang sama-sama menyumbangkan pertumbuhan subur pertalian Nusantara: perdagangan dan catatan-catatan.

Bahasa Indonesia, awalnya dimengerti sebagai bahasa Melayu yang menjadi Melayu-Tinggi, tumbuh bersama pusat-pusat perdagangan di seluruh lanskap Indo-Malaysia. Interaksi budaya dan pendidikan berkembang seturut perkembangan perdagangan.

Jika kita cermat, maka kita akan mendengar bahasa dalam tulisan dan lagu yang kurang lebih sama antara Aceh, Maluku, Alor, dan Sangihe. Hal ini mencerminkan persebaran dan daya adaptabilitas luar biasa dalam bahasa Melayu, yang berasal dari perdagangan. Daya adaptabilitas ini lama-kelamaan menggantikan bahasa Sanskerta dalam mentransformasi pengetahuan dan teknologi. Inskripsi yang melekat pada perjalanan kapal-kapal lebih berupa bahasa “Melayu Tinggi”.

Sekolah-sekolah tradisional memadukan antara bahasa daerah, bahasa Arab dan bahasa Melayu Tinggi. Ketiganya saling melengkapi, dengan bahasa Melayu Tinggi yang berfungsi menjadi penghubung. Bahasa Melayu menjadi “lingua franca”, sekaligus mengalami proses awal menjadi “Melayu Tinggi”.

Baca juga: Jejak Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca di Kepulauan Nusantara

Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa penting pada masa Sriwijaya (kira-kira abad ke-7). Proses nasionalisme Indonesia bertemu dengan perkembangan bahasa ini. Pada 1928, penyebutan bahasa “Indonesia” untuk menyebut kodifikasi Melayu Tinggi dipakai.

Dalam proses sejarah, kemudian, kita melihat bagaimana Bahasa Indonesia terus bertransformasi dengan gramatika yang lebih reguler, dengan “nuansa” yang lebih sublim dalam susastra (misalnya dalam karya-karya Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane), dan akhirnya masuk dalam naskah persiapan kemerdekaan (BPUPK) dan konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945) yang mempunyai karakter gramatika yang jauh lebih reguler yang dapat dikaji secara hukum.

Saat peraturan perundangan Indonesia masih mengalami evolusi dalam bidang hukum, susastra dan karya sejarah mengalami perkembangan amat cepat. Sastrawan besar menciptakan karakter Bahasa Indonesia yang lebih ekspresif dan lebih kaya. Sejarah memasukkan istilah teknis, dan penjelasan konsep kunci dalam bahasa Indonesia. Ini semua turut menumbuhkembangkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang benar-benar hidup, dan dipakai oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia.

Kemampuan berbahasa Indonesia menjadi jembatan bukan hanya terhadap pengetahuan dan keindahan sastra, melainkan juga terhadap suku-suku bangsa yang lain. Suku-suku di Papua, di Nusa Tenggara, di Maluku, di Sulawesi, di Kalimantan saling berinteraksi dengan memakai Bahasa Indonesia. (ed)

1 Komentar

  1. I see your page needs some fresh content.
    Writing manually is time consuming, there is tool for this task.
    Just search in gogle for: ferdeck’s unlimited content

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen − two =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.