Bagong Kussudiardja, Maestro Seni Tari Indonesia

1978
Bagong Kussudiardja
Patung maestro tari sekaligus pelukis Bagong Kussudiarja di kompleks Padepokan Seni Bagong Kussudiarja di Bantul, Yogyakarta. (Foto: KOMPAS.COM/Adhika Pertiwi)

1001indonesia.net – Bagong Kussudiardja merupakan salah satu maestro tari yang juga dikenal sebagai pelukis dan aktor. Selama hidupnya, Bagong telah menciptakan sekitar 200 karya tari, baik dalam bentuk tarian tunggal maupun massal. Di bidang seni peran, ada 10 film cerita yang telah ia bintangi.

Bagong Kussudiardja lahir di Yogyakarta, 9 Oktober 1928. Awalnya ia berproses sebagai penari Jawa klasik. Ia kemudian berlatih tari Jepang dan India. Pada 1957-58, Bagong mendalami tari modern di bawah bimbingan seorang koreografer legendaris Martha Graham di Amerika Serikat.

Setelah melanglang buana untuk belajar berbagai macam tarian, Bagong pulang ke kampung halaman. Di Indonesia, Bagong menggunakan tarian modern yang dipelajarinya untuk mengembangkan tarian tradisional Indonesia.

Bagong kemudian mendirikan Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja pada 1958. Pada 1977, Bagong membeli tanah 1 hektare di tepi Sungai Koteng. Di atas tanah tersebut dibangunlah sebuah padepokan seni.

Bangunannya padepokan tersebut sederhana. Tiang dan dindingnya terbuat dari bambu. Penerangan masih seadanya karena listrik belum masuk desa. Di sana, para cantrik dan mentrik, sebutan untuk murid-muridnya, belajar gamelan, musik, seni rupa, dan tari. Mereka tinggal di pedepokan seni tersebut.

Bagong membiayai sendiri pedepokan seni itu. Uangnya dia dapat dari hasil menari dan melukis. Selain dari dalam negeri, cantrik dan mentrik di padepokan itu juga datang dari negara-negara tetangga, terutama Malaysia.

Sebab itu, pada 1988, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengunjungi pedepokan Bagong. Ia berterima kasih kepada Bagong. Sebab, banyak koreografer Malaysia berkembang setelah belajar di sini. Kala itu, Presiden Soeharto ikut serta.

Begitu melihat bangunan pedepokan yang sederhana itu, Presiden Soeharto pun mengusulkan agar Bagong mengajukan proposal untuk mendapatkan dana pembangunan pedepokan. Pedepokan mulai diperbaiki. Bagong terus menggembleng para cantriknya hingga akhir hayatnya. Bagong meninggal pada 15 Juni 2004.

Sepeninggal Bagong, pedepokan ini dikelola oleh kedua putranya, yaitu Djaduk dan Butet Kertaredjasa. Sebagai langkah awal, mereka mendirikan Yayasan Bagong pada 2008 untuk melindungi sekaligus membuat gerak pedepokan lebih luwes. Dari sisi tata ruang, mereka meminta bantuan arsitek Eko Prawoto untuk menata ulang pedepokan dengan desain lebih modern.

Kini, di pedepokan itu terdapat panggung seluas 140 meter persegi, ruang memorabilia, perpustakaan, ruang pamer, taman, dan perkantoran. Semuanya diberi nama yang diambil dari nama tari atau sendratari ciptaan Bagong, seperti Layang-layang, Diponegoro, dan Gajahmada.

Tak ahli di bidang seni tari, kemampuan Bagong dalam seni lukis juga mendapat pujian. Ia dikenal dengan berbagai gaya lukisannya, mulai dari impresionis, abstrak, hingga realis.

Baca juga: Elly D Luthan, Maestro Tari yang Berpijak pada Tradisi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four + 3 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.