1001indonesia.net – Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, dipercaya menjadi asal anjing kintamani. Anjing berbadan tegap, berbulu lebat, dengan mata oval ini diakui sebagai anjing ras asli Indonesia.
Seperti yang dilansir Kompas.id, hasil penelitian DNA anjing kintamani menunjukkan hewan ini tergolong anjing kuno (ancient dog), yakni anjing lokal yang telah kehilangan keragaman genetikanya. Hasil penelitian lain menunjukkan temuan menarik, yakni adanya kemiripan antara anjing Kintamani dan dingo, anjing liar di Australia.
Desa Sukawana yang berjarak 70 kilometer dari Denpasar ini dikelilingi kawasan perbukitan. Selain berada di lembah Gunung Batur, desa ini juga dibatasi dengan Bukit Penulisan. Kondisi alam yang demikian diperkirakan menghalangi anjing kintamani untuk kawin dengan anjing lain dari luar Desa Sukawana.
Jadilah jenis anjing yang ditemukan di Kintamani ini cenderung seragam sejak dulu hingga sekarang. Sebelumnya, anjing ini lebih populer dijuluki anjing gembrong lantaran bulunya yang lebat.
Bulu yang lebat ini diperkirakan merupakan hasil adaptasi terhadap kondisi cuaca setempat yang dingin, yakni agar suhu tubuh agar tetap hangat. Kintamani berada di dataran tinggi, sekitar 1.700 meter di atas permukaan laut.
Bentuk
Anjing Kintamani bertubuh sedang dengan tinggi antara 45 sampai 55 sentimeter. Penelitian fenologi memasukkannya ke kelompok anjing pekerja. Anjing ini dikenal loyal alias setia kepada pemiliknya.
Secara umum, anjing ini memiliki bentuk kepala bagian atas yang lebar dengan dahi datar dan moncong yang proporsional. Telinganya tebal dengan bentuk menyerupai huruf V terbalik. Matanya berbentuk lonjong seperti almond dengan bola mata berwarna cokelat.
Anjing Kintamani termasuk jenis anjing yang tangkas dan mudah dilatih. Anjing ini juga dikenal memiliki sifat pemberani dan waspada, dengan rasa curiga yang cukup tinggi.
Sejauh ini, warga setempat memelihara anjing yang bentuknya mirip serigala ini secara tradisional. Anjing-anjing dilepasliarkan, tetapi tetap dijaga agar tidak meninggalkan rumah terlalu jauh sehingga tidak tercampur lalu kawin dengan anjing liar. Warga yang mengembangbiakkan anjing ini menggabungkan diri dalam kelompok usaha Sari Kembang.
Ras Dunia
Sejak tahun 1980-an, ada upaya untuk memasukkan anjing Kintamani Bali ke daftar anjing ras dunia. Prosesnya dirintis melalui kontes dan pameran anjing Kintamani yang digelar pertama kali oleh Program Studi Kedokteran Hewan Unud bekerja sama dengan PDHI Cabang Bali di Kampus Unud, Denpasar, Bali, pada November 1985.
Pada 2006, dalam Rapat Kerja Nasional Ke-2 Perkin, anjing berbulu gembrong dari lembah Gunung Batur ini secara resmi diberi nama anjing Kintamani Bali. Perkin juga memutuskannya sebagai anjing trah pertama Indonesia. Anjing ini kemudian menjadi maskot fauna Kabupaten Bangli.
Anjing Kintamani Bali kemudian diakui sebagai anjing trah dunia pada 20 Februari 2019 oleh Federasi Kinologi Internasional atau FCI (Federation Cynologique Internationale), yakni organisasi internasional yang menaungi organisasi anjing trah dunia.
Ini membuat anjing asli Indonesia ini sejajar dengan anjing trah dunia lainnya, seperti chow chow (Tiongkok), akita inu (Jepang), dan samoyed (Rusia).
Ancaman rabies
Sayangnya, pengakuan atas keberadaan anjing Kintamani Bali sebagai anjing ras asli Indonesia dari Bali masih dibayangi tantangan, yakni belum terbebasnya Bali dari ancaman rabies.
Kondisi Bali yang masih belum bebas dari penyakit rabies menjadi kendala dalam upaya menduniakan anjing ini. Target Pemerintah Provinsi Bali untuk bebas rabies pada 2020 tampaknya masih sulit tercapai. Tahun 2018, tercatat ada empat orang meninggal positif klinis rabies.
Status bebas rabies didapat jika di suatu daerah dalam dua tahun berturut-turut tidak ditemukan kasus rabies, baik pada manusia maupun hewan. Pada awal 2019, dari sembilan kabupaten/kota, tiga kabupaten masih masuk zona merah rabies, yakni Kabupaten Buleleng, Karangasem, dan Bangli.
Baca juga: Babirusa, Satwa Endemik Sulawesi dan Maluku yang Semakin Langka