Aksara Ulu atau Kaganga, Tradisi Tulis dari Sumatra Bagian Selatan

8175
Aksara Ulu yang ditulis pada bilah-bilah bambu.
Aksara Ulu yang ditulis pada bilah-bilah bambu. (Foto: Santoso, SH, MSi)

1001indonesia.net – Aksara Ulu atau Surat Ulu atau aksara Kaganga adalah aksara-aksara yang berkerabat yang dipakai di daerah Sumatra bagian selatan yang mencakup empat provinsi, yakni Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Lampung. Yang termasuk dalam aksara ini adalah aksara Rejang, aksara Kerinci, aksara Lampung, aksara Rencong, aksara Pasemah, dan aksara Serawi. Aksara ini juga berkerabat dekat dengan aksara Batak.

Kata “ulu” menjadi nama aksara ini karena dulunya aksara ini biasa digunakan di daerah-daerah hulu sungai Musi atau disebut daerah ulu. Sebutan Kaganga merujuk pada ketiga huruf pertama pada aksara ini.  Secara keseluruhan, aksara ini memiliki 19 huruf tunggal, 9 huruf pasangan (ngimbang), dengan 15 tanda baca yang telah dikenal. Aksara ini juga memiliki aksara angka yang dikenal sebagai angka berjagung.

Aksara Ulu atau Aksara Kaganga (Foto: wikipedia)
Aksara Ulu atau Aksara Kaganga (Foto: wikipedia)

Menurut para ahli, aksara Ulu diturunkan dari aksara Pallawa dan aksara kawi yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya. Diperkirakan aksara ini mulai berkembang sejak abad ke-12 M dan mencapai puncaknya pada abad ke-17–19 M. Aksara ulu banyak digunakan untuk menulis naskah ajaran agama, ilmu kedokteran, petuah, dan lain-lain.

Aksara ulu atau aksara Kaganga tidak seperti aksara Jawa yang mengenal pasangan sehingga bentuknya lebih sederhana dan lebih mudah dipelajari.  Media tulis yang paling banyak digunakan adalah kulit kayu (kakhas) dan bambu (gelumpai). Kulit kayu yang digunakan untuk menulis Surat Ulu berasal dari pohon Halim yang masih muda. Pohon ini seratnya lebar, lentur, warnanya putih, kuat, dan awet. Bentuk naskah yang terbuat dari kulit kayu bentuknya seperti buku yang dilipat-lipat.

Untuk media tulis bambu, bahan yang digunakan adalah bambu betung. Sebelum digunakan, bambu harus direndam air dulu dalam jangka waktu yang cukup lama sampai bambu berwarna hitam. Naskah bambu ini ada yang bentuknya bulat, ada juga yang terdiri atas bilah-bilah bambu.

Keberadaan aksara Ulu menunjukkan bahwa tradisi intelektualisme sudah berkembang cukup tinggi di daerah-daerah hulu sungai di Sumatra bagian selatan.  Namun, seperti nasib aksara-aksara Nusantara lainnya, tidak banyak masyarakat yang mengenal aksara Ulu karena tidak digunakan lagi untuk kepentingan sehari-hari.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

one × 5 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.