1001indonesia.net – Deklarasi Djuanda dicetuskan pada 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja. Pernyataan ini merupakan sikap Negara Indonesia terhadap dunia sebagai pernyataan kesatuan laut dan darat dalam lintasan kepulauan Nusantara. Laut dalam (inner sea), selat, dan beragam jenis perairan laut tidak saling terpisahkan. Penentu batas kemudian bukanlah antarkepulauan melainkan daratan dan perairan laut terdepan.
Namun, yang lebih mendasar lebih pada dampak dan fondasi dari apa yang disebut “archipelagic state” didirikan. Dikenal sebagai negara kepulauan atau negara maritim. Konsep ini amat mendasar bagi negara-negara yang memang tersusun dalam lintasan kepulauan. Negara-negara di lintasan Mikronesia, Polinesia, dan beragam negara negara kepulauan mendapat pengakuan internasional mengenai status mereka sebagai negara kepulauan.
Negara seperti Indonesia membutuhkan suatu wawasan yang dapat memberikan penjelasan mengenai ekosistemnya. Ekosistem ini memberikan gambaran mengenai bagaimana suatu negara harus berfungsi, dalam hal ini “negara kepulauan”. Fungsi “negara kepulauan” ini yang dinegosiasikan kepada masyarakat internasional.
Butuh ketekunan untuk memberikan penjelasan, dan, di mana perlu, menegaskan upaya-upaya kedaulatan berdasarkan ekosistem. Ketika dinegosiasikan, bagi masyarakat internasional, hal ini adalah hal baru.
Di kemudian hari, terutama melihat tantangan pemanasan global (global warming) dan kerja sama antarnegara, barulah masyarakat internasional mengerti fondasi ekosistem dalam pembentukan norma.
Djuanda dan para negarawan Indonesia telah memahami hal ini sejak pembentukan negara pasca-Konferensi Meja Bundar. Visi mereka amatlah panjang, yaitu Indonesia yang akan berumur ribuan tahun. Negara kepulauan tidak dapat hidup selama itu jika tidak mampu memberikan penjelasan mengenai ekosistemnya.
Deklarasi Djuanda adalah capaian asli dan penting negarawan Indonesia, sekaligus sumbangan bagi masyarakat internasional dalam menjawab tantangan internasional kini dan masa mendatang.