1001indonesia.net – Hari Lebaran sebagai hari kemenangan selalu disambut meriah oleh umat Muslim di Indonesia. Idulfitri dirayakan dengan perasaan suka cita, hingga ada beberapa tradisi unik sambut Lebaran khas masyarakat Indonesia.
Selain mudik, tradisi Lebaran di Indonesia juga disambut dengan melakukan berbagai kegiatan dan tradisi unik. Berikut ini tradisi unik dan menarik di berbagai daerah Indonesia untuk menyambut satu Syawal.
Garebeg Syawal
Tradisi Grebeg Syawal merupakan sebuah kegiatan turun temurun yang dilakukan oleh warga Yogyakarya untuk menyambut momen satu Syawal.
Grebeg Syawal adalah upacara adat keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang digelar tiap 1 Syawal. Upacara ini biasanya dilangsungkan di sekitar Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta seusai dilaksanakannya sholat Idulfitri berjamaah.
Tradisi Grebeg Syawal merupakan simbol Hajad Dalem (sedekah) serta kedermawanan Sultan kepada rakyatnya. Inti upacara ini adalah pelepasan Gunungan Lanang yang kemudian diperebutkan oleh masyarakat.
Baca selengkapnya: Upacara Garebeg Kesultanan Yogyakarta
Bakar Gunung Api
Masyarakat suku Serawai di Bengkulu memiliki tradisi unik sambut Lebaran yang disebut ronjok sayak atau bakar gunung api. Batok kelapa yang disusun tinggi menjulang dibakar pada malam menjelang Idulfitri.
Kegiatan membakar susunan batok kelapa ini dilakukan di depan rumah warga. Setiap rumah bahkan membuat lebih dari satu “gunung api”.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Batok kelapa menyimbolkan ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga sebagai doa bagi arwah para leluhur yang telah meninggal. Kegiatan membakar susunan batok kelapa ini dilakukan saat malam takbiran setelah shalat Isya.
Tradisi Badha Kupat
Tradisi ini digelar oleh masyarakat Kudus. Badha artinya lebaran atau hari raya Idulfitri, sedangkan kupat berarti ketupat. Keseluruhan makna kata Badha Kupat adalah lebaran atau hari raya yang menjadikan ketupat sebagai makanan sajian khasnya.
Yang unik adalah waktu diadakannya lebaran ketupat di Kudus tidak seperti di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. Jika lebaran ketupat di daerah atau kota lain berbarengan dengan hari raya Idulfitri, di Kudus tidak.
Lebaran ketupat di Kudus mengambil waktu tujuh hari atau seminggu setelah hari raya Idulfitri pertama (H+7 lebaran).
Baca selengkapnya: Tradisi Badha Kupat di Kudus Memang Beda
Pukul Manyapu
Pukul Manyapu atau Baku Pukul Manyapu merupakan tradisi unik pertunjukan saling pukul menggunakan sapu ijuk yang diadakan untuk merayakan Idulfitri. Tradisi ini digelar oleh masyarakat Desa Mamala dan Desa Morela, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, setiap 7 Syawal dalam penanggalan Hijriyah.
Tradisi Pukul Manyapu sudah ada sejak abad ke-17. Seorang tokoh agama Islam Maluku bernama Imam Tuni menciptakan atraksi ini sebagai perayaan keberhasilan pembangunan masjid di negeri Mamala.
Asal muasal tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan Kapitan Telukabessy beserta pasukannya pada Perang Kapahaha melawan VOC Belanda pada 1636 hingga 1646.
Kapahaha merupakan benteng alami berupa bukit batu terjal yang terdapat di hutan Negeri Morela. Kapahaha menjadi benteng terakhir yang jatuh ke tangan Belanda di Pulau Ambon. Perang berakhir ketika Belanda berhasil mengalahkan pasukan Kapitan Telukabessy dan menguasai benteng.
Asal muasal tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan Kapitan Telukabessy beserta pasukannya pada Perang Kapahaha melawan VOC Belanda pada 1636 hingga 1646.
Kapahaha merupakan benteng alami berupa bukit batu terjal yang terdapat di hutan Negeri Morela. Kapahaha menjadi benteng terakhir yang jatuh ke tangan Belanda di Pulau Ambon. Perang berakhir ketika Belanda berhasil mengalahkan pasukan Kapitan Telukabessy dan menguasai benteng.
Pejuang yang tertangkap dalam penyerbuan itu dijadikan tawanan di Teluk Sawatelu. Kapitan Telukabessy berhasil lolos, tapi ia diberi pilihan menyerahkan diri atau para tawanan dibunuh. Pada 19 Agustus 1946, Telukabessy menyerahkan diri. Ia dihukum gantung di Benteng Victoria Ambon pada 13 September 1946.
Sepeninggal Telukabessy, tawanan Kapahaha dibebaskan Belanda pada 27 Oktober 1646 yang bertepatan dengan bulan Ramadhan. Beberapa tokoh ditahan di Makassar dan Batavia. Sisanya, pulang ke daerah asal.
Pada perpisahan inilah, terjadi pukul sapu secara spontan sebagai ungkapan rasa sedih. Perih di badan karena lecutan sapu menjadi perlambang kerasnya perjuangan yang disertai dengan pengorbanan jiwa raga.
Kerasnya genggaman serta kuatnya pukulan menjadi perlambang tekad kuat untuk tetap menolak semua bentuk penjajahan dan kerja sama dengan Belanda. Seusai melakukan pukul sapu, mereka saling berpelukan sambil berikrar untuk saling mengingat dan bertemu kembali setiap 7 Syawal.
Baca selengkapnya: Pukul Manyapu, Tradisi Unik dari Maluku Tengah
Tumbilotohe
Tumbilotohe merupakan tradisi unik sambut Lebaran masyarakat di Gorontalo. Istilah tumbilotohe berasal dari bahasa Gorontalo tumbilo yang berarti memasang dan tohe berarti lampu.
Perayaan yang sudah menjadi tradisi sejak abad ke-15 ini diselenggarakan pada tiga malam terakhir sebelum Hari Raya Idulfitri. Awalnya, lampu-lampu itu dinyalakan sebagai penerang jalan bagi warga setempat yang ingin membayar zakat fitrah ke masjid saat malam hari.
Menyalakan lampu pada perayaan Tumbilotohe juga merupakan simbol bahwa setiap manusia menyambut Idulfitri dengan jiwa dan hati yang bersih, serta terang benderang.
Perayaan yang berlangsung turun-temurun ini menjadi hiburan tersendiri bagi penduduk Gorontalo, terutama anak-anak. Saat memasang lampu, anak anak akan melantunkan pantun yang berbunyi, “Tumbilo tohe, pateya tohe, ta mohile jakati bubohe lo popatii.”
Lampu yang digunakan kebanyakan berupa lampu minyak tanah di dalam botol bekas, sampai kreasi ramah lingkungan yang menggunakan kerang bekas. Umumnya, pemasangan lampu ini dilakukan sejak magrib sampai menjelang subuh.
Saat tradisi ini berlangsung, seluruh Kota Gorontalo menjadi terang benderang. Lapangan, alun-alun kota, hingga kawasan masjid selalu menjadi pusat keramaian penduduk Gorontalo.
Tellasan Topak
Tellasan topak atau lebaran ketupat merupakan puncak perayaan Idulfitri masyarakat Madura. Tellasan topak biasanya dirayakan seminggu setelah Hari Raya Idulfitri. Momen ini dirayakan dengan berbagai macam kegiatan, seperti mengunjungi objek wisata, saling mengantar ketupat kepada sanak saudara dan tetangga, naik perahu, dan lain-lain.
Setiap daerah di Pulau Madura memiliki cara tersendiri dalam merayakan Tellasan Topak. Di Bangkalan, misalnya, warga saling antar ketupat dan lepet kepada tetangganya. Usai berlebaran, masyarakat berekreasi.
Sementara itu, di Kamal, masyarakat setempat menggelar tradisi naik perahu mengitari perairan Kamal. Tradisi ini disebut dengan lomban. Biasanya, pemilik menghiasi perahunya dengan umbul-umbul warna-warni. Di antara tiang perahu digantungi berbagai makanan khas Tellasan Topak.
Binarundak
Binarundak karena kegiatan yang dilakukan adalah membakar binarundak atau lemang. Kegiatan ini dilakukan secara rutin setiap tahun pada hari ketiga setelah lebaran oleh warga di Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Sebenarnya, tradisi ini baru dilakukan secara rutin beberapa tahun belakangan. Namun, kebiasaan ini terus digalakkan hingga menjadi kebiasaan yang dilakukan setiap tahun. Saat ini, tradisi ini sudah menjadi ikon dengan didirikannya sebuah Tugu Binarundak setinggi 18 meter. Tugu tersebut telah diresmikan oleh Walikota Kotamobagu pada 2 Agustus 2014.
Tradisi Binarundak dimulai pada pagi hari. Para wanita akan terlihat mulai sibuk meracik bumbu dan beras ketan yang akan dibakar dalam bambu.
Sementara para pria menyiapkan tempat pembakaran binarundak, termasuk apa saja yang dibutuhkan untuk membakar nanti. Sebelum bambu diisi dengan beras ketan, bagian dalam bambu akan dilapisi oleh daun pisang terlebih dahulu.
Rasa binarundak ini sangat gurih karena terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan santan dan rempah-rempah. Proses pembakarannya membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Selama proses pembakaran, bambu harus sering diputar agar pembakaran dapat merata ke seluruh sisi bambu.
Tradisi ini terus dipertahankan karena mampu membangkitkan suasana keakraban antarwarga saat melakukan kegiatan pembakaran binarundak. Banyak warga yang merantau ke daerah lain pulang saat lebaran. Dengan adanya tradisi ini, semua warga yang merantau akan dapat saling berbaur bersama dan saling bersilaturahmi.
Bakar Ilo Sanggari
Dalam menyambut hari raya Idulfitri, masyarakat NTB menggelar ritual Bakar Ilo Sanggari. Ilo Sanggari merupakan lentera yang terbuat dari sebilah bambu yang dililit dengan minyak biji jarak pagar.
Lentera tersebut dinyalakan dan dipasang di sekeliling rumah sehingga rumah bercahaya dengan nyala api. Masyarakat NTB percaya bahwa dengan menyalakan lentera, malaikat dan roh leluhur akan datang dan memberikan berkah di hari Lebaran.
Ngejot
Istilah ngejot dalam bahasa Bali berarti memberi. Ngejot merupakan tradisi memberikan makanan menjelang hari raya kepada tetangga yang berbeda agama. Penganut agama yang akan merayakan hari rayanya akan mengantar aneka rupa makanan khas Bali, baik berupa camilan ataupun makanan berat, yang disebut dengan jotan.
Saat hari raya Lebaran, orang-orang Islam di beberapa daerah Buleleng melakukan tradisi ngejot kepada tetangganya yang beragama Hindu. Begitu pula masyarakat Hindu di Buleleng, saat hari raya Galungan, Kuningan, atau hari raya lainnya, mereka juga ngejot, yaitu memberikan makanan, buah-buahan atau jajanan kepada masyarakat muslim tetangganya.
Ngejot tidak hanya berfungsi untuk membagi makanan, tetapi juga untuk membagi kebahagiaan. Saat mengantarkan ngejot, orang akan memberikan selamat pada yang
merayakan hari raya. Dalam hal ini, ngejot merupakan tradisi lokal dalam merayakan keberagaman di Bali. Perbedaan tidak dianggap sebagai batasan, tetapi sebagai sarana untuk saling mengisi.
Baca selengkapnya: Eratnya Hubungan Umat Hindu dan Muslim di Pulau Bali