Johannes Leimena, Dikagumi Sukarno karena Kejujurannya

1800
Johannes Leimena
Johannes Leimena duduk bersama Presiden Sukarno pada suatu kesempatan (Foto: riauonline.co.id)

1001indonesia.net – Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adam, Sukarno bercerita, Johannes Leimena adalah orang paling jujur yang ia kenal. Sosok yang hadir pada Kongres Pemuda II tahun 1928 sebagai Ketua Jong Ambon ini memang memang dikagumi Sukarno karena kejujurannya.

Pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) ini memang sangat dipercaya oleh Presiden Sukarno. Berkali-kali Leimena menjadi acting president ex officio saat Soekarno pergi. Ia bahkan sembilan kali jadi menteri kesehatan walau kabinet dan perdana menteri berganti. Semasa Sukarno menjadi presiden, Leimena hampir tak pernah absen dari kabinetnya.

Persahabatan Soekarno dan Leimena tak lekang oleh waktu. Mereka berkenalan saat Leimena memberikan obat sakit kepala kepada Sukarno. Leimena bahkan menjadi bagian dari sedikit politisi yang tidak meninggalkan Soekarno setelah peristiwa 30 September 1965.

Lahir tahun 1905 di kota Ambon, keluarga Leimena yang guru adalah keluarga terpandang. Pada 1914, ia ikut pamannya yang juga guru ke Cimahi lalu ke Batavia.

Leimena sebenarnya tidak pernah ingin jadi dokter, tetapi gagal masuk sekolah teknik dan kursus bea cukai. Ia kemudian masuk ke sekolah kedokteran STOVIA. Di sini, ia mulai memiliki cita-cita kebangsaan dan aktif dalam sejumlah organisasi, seperti Jong Ambon dan Christelijke Studentenvereniging (CSV).

Pahlawan Kesehatan

Johannes Leimena yang akrab disapa Om Jo atau Om Yo ini dikenal sebagai pahlawan kesehatan. Sistem Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Indonesia merupakan warisannya.

Seperti yang dilansir Liputan 6, lahirnya Puskesmas berawal dari keprihatinan Leimena atas kondisi bidang kesehatan yang mengalami berbagai persoalan di awal kemerdekaan. Departemen Kesehatan harus menghadapi kurangnya tenaga medis, sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan, serta hubungan antara instansi pusat dan daerah tidak lagi sinkron karena masuknya dinas kesehatan federal.

Pada 1950, Leimena kemudian berinisiatif untuk mengubah orientasi pembangunan dari daerah perkotaan ke daerah pedesaan. Dia berencana akan melakukan pembangunan rumah sakit di setiap kabupaten, dengan meliputi kecamatan dan desa. Di wilayah kabupaten akan dibangun pusat kesehatan atau rumah sakit pusat. Sementara di wilayah kecamatan, dibangun rumah sakit pembantu. Sedangkan di desa-desa akan dibangun balai pengobatan.

Namun, program ini tidak langsung dilaksanakan serentak di seluruh kabupaten Indonesia. Karena banyak hal yang perlu di siapkan. Selain biaya, akan di persiapkan juga personalia yang nantinya akan membantu di setiap daerah.

Sebagai percobaan, program tersebut akan diterapkan di daerah Bandung. Daerah ini dipilih karena saat itu tingkat perekonomiannya relatif lebih baik dibanding daerah lain. Dengan demikian, pembiayaan kegiatan bisa dibantu oleh pemerintah daerah. Itulah mengapa program yang menjadi cikal bakal pembangunan pusat kesehatan di seluruh Indonesia ini disebut Bandung Plan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

seventeen + eleven =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.