Mengenal Tradisi Unik Palang Pintu Betawi

1852
Tradisi Palang Pintu Betawi
Dalam pernikahan adat Betawi, tradisi Palang Pintu menjadi simbol ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki. (Foto: Nesiatimes.com)

1001indonesia.net – Salah satu tradisi dalam pernikahan adat Betawi adalah Palang Pintu. Tradisi unik ini berisi laga pencak silat atau maen pukulan, adu pantun, serta pembacaan Al-Quran dan salawat. Tradisi Palang Pintu dilaksanakan untuk membuka mahligai pintu pernikahan, juga sebagai ketaatan atas norma adat yang berlaku di masyarakat Betawi.

Tradisi Palang Pintu merupakan simbol ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki untuk membuka pintu restu dari keluarga perempuan, melalui peristiwa jawara dari mempelai laki-laki harus bisa mengalahkan jawara dari tempat tinggal perempuan.

Palang artinya penghalang agar orang atau sesuatu tidak bisa masuk/lewat. Artinya, tradisi Palang Pintu dimaksudkan agar pihak mempelai laki-laki membuka pintu restu dari mempelai perempuan.

Namun, pintu (rumah pihak perempuan) dijaga oleh jawara sebagai “penghalang”. Jawara dari mempelai perempuan itu harus ditaklukkan oleh pihak laki-laki atau perwakilan jawaranya.

Bagi orangtua mempelai perempuan, tradisi ini melambangkan besarnya perlindungan terhadap putrinya sebelum dipinang. Sementara bagi pihak laki-laki, Palang Pintu menjadi bukti kesungguhan niatnya untuk membangun rumah tangga bersama wanita pilihannya.

Konon tradisi ini muncul dari kebiasaan orang Betawi, yakni bila ada laki-laki yang hendak meminang perempuan, maka diwajibkan melumpuhkan jagoan di kampung calon istrinya atau saudara-saudaranya.

Hal itu dilakukan untuk menguji kekuatan dan kesungguhan laki-laki itu, untuk mengetahui apakah nantinya setelah menjadi kepala keluarga, ia akan dapat bertanggung jawab dan melindungi keluarganya.

Baca juga: Mengenal Roti Buaya yang Selalu Hadir dalam Pernikahan Adat Betawi

Tradisi Palang Pintu dilakukan saat iring-iringan pihak mempelai pria hendak memasuki rumah mempelai perempuan. Sebelum masuk, mereka akan dihadang oleh perwakilan dari pihak perempuan. Dari kedua belah pihak, ada tukang pantun dan jagoan silat yang mewakili di depan calon pengantin.

Pada awalnya akan terjadi dialog pembukaan dan berbalas pantun di antara kedua belah pihak. Secara perlahan, intonasi para pelempar pantun akan naik dan membuat situasi seakan memanas.

Meski bergaya menantang seperti hendak berkelahi, pantun yang terlontar sering kali merupakan rangkaian kata yang penuh lelucon dan mengundang tawa. Setelah itu, jagoan silat dari pihak perempuan akan menguji kesaktian dan kemampuan dari pihak laki-laki.

Adu ilmu silat pun terjadi yang akan dimenangkan oleh pihak pengantin laki-laki. Mengalahkan lawan dari pihak perempuan inilah yang dianggap sebagai menjatuhkan penghalang atau palang pintu.

Setelah itu, pihak pengantin perempuan biasanya meminta pihak laki-laki untuk menunjukkan kebolehannya dalam membaca Al-Quran. Ketika semua halangan dilalui, pihak pengantin perempuan akan mempersilakan rombongan mempelai laki-laki untuk masuk.

Masing-masing jenis kegiatan yang dilakukan selama prosesi Palang Pintu, memiliki makna tersendiri bagi kelangsungan keluarga yang akan dibangun oleh kedua pasangan.

Adu silat dimaksudkan agar pihak laki-laki sebagai kepala keluarga harus memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjaga dan melindungi keluarganya dari marabahaya.

Sementara keterampilan berpantun bermakna bahwa laki-laki harus dapat menghibur keluarganya agar ceria dan bahagia. Selain itu, adu pantun juga sebagai lambang diplomasi dari pihak laki-laki untuk mencapai kata mufakat dengan keluarga perempuan.

Adapun pembacaan Al-Quran dan salawat bermakna bahwa pihak laki-laki harus bisa menjadi imam yang baik bagi keluarganya, paham agama, dan menuntun anak-istrinya dalam kebaikan.

Tradisi Palang Pintu dianggap berasal dari Betawi Tengah dan Betawi Kota. Sementara itu, Betawi Pinggiran menyebut tradisi Palang Pintu dengan nama Rebut Dandang.

Tradisi Palang Pintu merupakan salah satu dari rangkaian prosesi pernikahan adat Betawi yang terdiri dari Ngedelengin, Nglamar, Bawa Tande Putus, Buka Palang Pintu, Akad Nikah, Acare Negor, dan Pulang Tige Ari.

Selain sebagai simbol ujian yang harus dilalui mempelai laki-laki, tradisi ini juga berfungsi sebagai upaya mendekatkan hubungan antarkampung dan antarkeluarga. Seiring perkembangan zaman, Palang Pintu tidak hanya diselenggarakan dalam acara pernikahan, melainkan juga acara penyambutan tamu hingga peresmian kantor.

Baca juga: Molapi Saronde, Mengintip Calon Istri melalui Tarian

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 + sixteen =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.