Tingkatan Makna dan Praktik Toleransi

1664
Ilustrasi

1001indonesia.net – Kata toleransi berasal dari bahasa Inggris toleration. Akar kata itu
diambil dari bahasa Latin toleratio. Arti paling klasik (abad ke-16) kata toleration adalah “izin yang diberikan oleh otoritas atau lisensi.”

Sementara di abad ke-17 (1689), kata itu memiliki nuansa hubungan antaragama karena ada undang-undang/kesepakatan toleransi (the Act of Toleration). Dalam kesepakatan itu ditegaskan jaminan kebebasan beragama dan beribadah kepada kelompok Protestan di Inggris.

Pada masa itu kerap terjadi pelarangan dan pembatasan berkeyakinan yang merupakan akibat dari konflik antara Katolik dan Protestan di Eropa. Melalui kesepakatan itu, pemerintah atau penguasa diminta untuk mengakui hak dan kebebasan beragama bagi siapa pun.

Dalam perkembangannya, makna dan praktik toleransi mengalami pendalaman. Toleransi bukan hanya sekadar menerima perbedaan. Michael Walzer menunjukkan beberapa tingkat
makna dan praktik toleransi dalam sejarah (Walzer, 1997).

Menurutnya ada beberapa makna dan juga gradasi praktik toleransi. Pada tingkat pertama, praktik toleransi yang berlangsung di Eropa sejak abad ke-16 dan ke-17 sebenarnya baru sekadar praktik penerimaan pasif terhadap perbedaan demi lahirnya perdamaian.

Sebagaimana diketahui, di masa itu telah terjadi perang antara Katolik dan Protestan yang berlangsung lama sehingga pihak-pihak yang bertikai akhirnya merasa lelah dan mengajukan damai dengan menerima keberadaan masing-masing.

Dalam pandangan Walzer, pengertian toleransi ini belum cukup untuk memaknai toleransi yang lebih aktif. Walzer kemudian menunjukkan makna dan praktik toleransi tingkat kedua. Ia menyebut tingkat kedua ini sebagai ketidakpedulian yang lunak pada perbedaan.

Pada tingkat kedua ini, keberadaan orang lain (the others) sebenarnya sudah diakui. Hanya saja kehadirannya tidak memiliki makna apa-apa. Barangkali pengertian ini masih pada tingkat yang minimal dalam relasi antar-yang berbeda.

Kita mengetahui bahwa kita punya tetangga yang berbeda, tetapi kita tidak terlalu peduli pada perbedaan itu. Bahkan kita cenderung tidak mau tahu pada perbedaan itu. Hal itu bisa saja karena kekhawatiran akan membuat mereka berselisih paham misalnya. Dalam konteks toleransi pada perbedaan, kondisi seperti ini tentu masih belum ideal untuk menyebutnya sebagai sikap saling toleran.

Baru pada makna dan praktik toleransi tingkat ketiga kita melihat adanya pengakuan (recognition) terhadap yang berbeda. Pada tahap ini kita mengakui orang lain memiliki hak-hak dasar yang tidak bisa dilangkahi meski kita tidak menyetujui isi pandangan pihak lain itu. Toleransi pada tingkat ini tentu saja sudah beranjak lebih jauh di mana perbedaan tidak harus disikapi secara negatif.

Secara praktis, jika sebuah masyarakat mampu mencapai level ini, sebenarnya mereka sudah mencapai tingkat hubungan toleransi yang baik atau cukup dalam membangun kehidupan bersama dalam damai (peaceful coexistence). Mereka saling
mengakui adanya perbedaan dan tidak mempersoalkan perbedaan itu meski mereka tidak saling bersepakat.

Kita sebenarnya masih bisa mengangkat kondisi ini ke level yang lebih tinggi, ke tingkat yang keempat. Pada level yang lebih tinggi ini, kita tidak hanya mengakui adanya perbedaan tetapi juga bersikap terbuka pada yang lain.

Pada makna dan praktik toleransi level ketiga, kita memang sudah mengakui adanya
perbedaan bahkan pada hal yang sangat prinsip, tetapi setiap pihak masih belum membangun sikap saling terbuka dan belum ada upaya saling mengerti (mutual understanding).

Sementara pada makna dan praktik toleransi tahap keempat, keterbukaan dan upaya
membangun saling pengertian terjadi. Tentu saja jika sebuah masyarakat mampu mencapai level ini, mereka sudah mencapai level yang sangat baik.

Nah, sebenarnya masih ada level yang tertinggi atau tingkat kelima. Pada tingkat yang dianggap sebagai capaian tertinggi dalam praktik toleransi, kita tidak hanya mengakui dan terbuka, tetapi juga mendukung, merawat, dan merayakan perbedaan itu.

*) Tulisan ini merupakan bagian dari buku Indonesia, Zamrud Toleransi. Dimuatnya kembali tulisan ini dalam situs 1001 Indonesia sebagai upaya untuk menyebarkan ide-ide yang terdapat dalam buku tersebut pada khalayak yang lebih luas.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen − 7 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.