Tari Tanduak, Tarian Unik dari Lubuk Tarok

536
Tari Tanduak
Pertunjukan Tari Tanduak di Museum Adityawarman pada Festival Budaya Kerajaan Jambu Lipo, Kamis (2/12/2021). (Foto: Hafiz Marshal/Infosumbar)

1001indonesia.net – Tari Tanduak atau Tari Tanduk berasal dari Lubuak Tarok, salah satu Nagari di Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat. Tarian unik ini biasanya ditampilkan saat upacara Bakawuah, yaitu upacara yang dilakukan sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang didapatkan.

Tari Tanduk diyakini sudah ada sejak abad ke-14 M. Tarian ini merupakan warisan Kerajaan Jambu Lipo. Tari Tanduak mengisahkan adu kerbau antara masyarakat Pulau Paco di Minangkabau dan utusan dari Kerajaan Majapahit.

Tari ini juga berkisah tentang pendirian Nagari Lubuak Tarok yang diawali dengan perselisihan antara warga Sembilan Koto di Koto Tuo Muaro Karimo dan warga Duo Baleh Koto Halaban Muaro Sibakua.

Mengutip laman Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, dulunya tari ini hanya ditampilkan dalam upacara penyambutan tamu-tamu kerajaan. Jika Tari Tanduak tidak ditampilkan maka tamu kerajaan tidak akan naik ke Istana.

Setelah Indonesia merdeka, tarian ini ditampilkan juga dalam upacara adat lainnya, seperti dalam upacara Bakawuah. 

Tari tanduk memiliki 22 kaca yang menyimbolkan bahwa masyarakat Lubuak Tarok memiliki 4 undang-undang, 4 sarak, 4 adat, 4 kata, 4 nagari, dan 2 cupak.

Dalam proses perkembangannya Tari Tanduak dianggap sebagai suatu penampilan terpenting dalam prosesi adat dan budaya di Nagari Tarok. Hingga dikenallah Tobo Tanduak sebagai refleksi dan pengejawantahan dari aspek kegotongroyongan dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat guna membangun ekonomi kerakyatan yang berbasis nagari.

Jumlah penari Tari Tanduk sebanyak 8 orang yang terdiri dari 2 orang pemain tanduk, 2 orang pengibar marawa, 1 orang pemain payung dan 3 orang pemain musik. Mereka memakai kostum kostum sarawa tapak itiak (celana gombrong warna hitam), baju taluak balango (baju kurung khas Melayu untuk kaum laki-laki), dan deta (ikat kepala).

Empat orang penari memegang merawa (umbul-umbul) berwarna hitam kuning, dan merah. Warna-warna khas budaya Minang ini memiliki arti tersendiri.

Merah melambangkan cendekiawan, kuning melambangkan para ulama, sedangkan hitam melambangkan kaum adat (ninik mamak). Ketiga warna tersebut menyimbolkan persatuan antara tiga penguasa tanah Minang.

Dua penari bertugas untuk memegang payung. Adapun dua penari lainnya adalah pemain inti. Kedua pemain inti inilah yang memegang properti berbentuk tanduk kerbau. Mereka akan melakukan gerakan-gerakan seperti silat sambil menggoyang-goyangkan properti tanduk.

Terdapat gerakan-gerakan yang unik dalam tarian ini. Pertama, gerak Langkah Ampek, seperti memberi penghormatan kepada tamu undangan dan khalayak yang ada di dalam acara Bakawuah.

Kedua, gerak Selo seperti gerak berlawanan antara penari dengan properti tanduk yang mereka gunakan. Gerakan ini menunjukkan bahwa ada upaya yang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan pertikaian.

Ketiga, gerak Sambah seperti payung panji sebagai penopang di antara kedua Tanduk yang sedang bertikai. Fungsi payung panji sebagai pelerai antara kedua tanduk. Gerakan ini menunjukkan bahwa ada upaya yang sungguh-sungguh dalam menyelesaikan pertikaian.

Pada 2016, Tari Tanduak ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Sumatra Barat.

Baca juga: Ulu Umbek, Pertunjukan Gerak Silat Masyarakat Minangkabau

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four + 11 =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.