Tari Soya-Soya, Mengenang Semangat Perlawanan Kesultanan Ternate

710
Tari Soya-Soya
Tari Soya-Soya diciptakan untuk mengenang penyerbuan para prajurit Kesultanan Ternate ke benteng Portugis pada 1570. (Foto: Tribun)

1001indonesia.net – Untuk mengenang sebuah kisah heroik dari para prajurit Kerajaan Ternate, Tari Soya-Soya diciptakan. Dalam tarian ini tergambarkan semangat perlawanan rakyat Maluku terhadap penjajah Portugis.

Tari Soya-Soya berasal dari Maluku Utara. Diyakini tarian ini telah ada sejak zaman Sultan Baabullah memimpin Kesultanan Ternate, sekitar tahun 1570 hingga 1583. Kesultanan Ternate yang juga dikenal dengan Kerajaan Gapi adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Kepulauan Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara.

Tari ini diciptakan oleh seniman Kesultanan Ternate untuk mengenang peristiwa penyerbuan prajurit Ternate ke Benteng Kastela atau Benteng Nostra Senora del Rosario dari kekuasaan Portugis pada 25 Februari 1570. Maksud dari penyerbuan prajurit Kesultanan Ternate itu adalah untuk menjemput jenazah Sultan Khairun, ayah Sultan Baabullah, yang dibunuh oleh pihak Portugis.

Ketika itu, Sultan Khairun yang mengobarkan perlawanan terhadap Portugis diperdaya oleh pihak lawan. Sultan diundang untuk berunding. Namun, secara licik pihak Portugis kemudian membunuh sultan yang datang tanpa pengawalan.

Para prajurit Ternate kemudian menyerbu benteng Portugis untuk mengambil jenazah Sultan Khairun. Setelah peristiwa pembunuhan sultan itu, di bawah pimpinan Sultan Baabullah, rakyat Maluku semakin mengobarkan perlawanan terhadap Portugis. Setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya pada tahun 1575.

Semangat para prajurit Kesultanan Ternate saat menyerbu benteng Portugis untuk mengambil jenazah Sultan Khairun itu kemudian diabadikan melalui seni tari bertemakan perang dengan iringan musik khas Maluku.

Pada awal terciptanya ditarikan oleh 18 orang laki-laki atau lebih. Gerakan tari ini sangat lincah dan dinamis. Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional Maluku, yaitu tifa atau gendang dan gong dan gono.

Hingga saat ini Tari Soya-Soya masih sering ditampilkan dalam acara resmi, seperti pada acara penyambutan tamu. Tari tradisional ini menunjukkan nilai kepahlawanan yang dimiliki para prajurit Ternate di masa silam.

Selain itu, tarian ini juga menjadi identitas rakyat Kesultanan Ternate yang terus berjuang pantang menyerah untuk membebaskan Ternate dari penjajahan asing.

Tari tradisional ini dibawakan oleh pria dengan jumlah ganjil, minimal tiga dan tidak ada batas maksimum penarinya. Jumlah ganjil ini menunjukkan jumlah pasukan ganjil akan berubah jadi genap jika ditambah dengan seorang komandan atau pemimpin pasukan.

Sebagai tarian perang, Tari Soya-Soya dibawakan secara semangat. Ini ditunjukkan dengan gerakan kaki yang cepat. Mayoritas gerakannya menyerupai teknik berperang, seperti gerakan kuda-kuda, menghindar, menangkis, menyerang, dan lainnya.

Busana yang dikenakan para penari adalah celana panjang, kain penutup dada yang melingkar di leher, selempang kain warna merah, ikat kepala dan kain pengikat di lengan. Layaknya prajurit di medan perang, para penari membawa pedang atau ngana-ngana yang terbuat dari bambu dan perisai kayu.

Pada 2013, tari tradisional asal Maluku Utara ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Baca juga: Tari Tifa Papua dan Maluku, Ekspresi Manusia dalam Musik dan Gerak

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

four − three =

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.